Loading

Oleh Umar Abdullah

RENDANG IKAN TUNA plus kacang merah a la Bu Cucun
RENDANG IKAN TUNA plus kacang merah a la Bu Cucun

MUSIM HUJAN, RUMPUT TUMBUH, SAPI MAHAL

Dulu, ketika saya tinggal di Magelang, perbatasan  Jawa Tengah dan Yogyakarta, setiap musim kemarau saya mendengar kabar harga sapi turun. Pasalnya karena rumput sulit didapat. Lebih baik menjual sapi daripada sapi kurus karena kurang makan. Sampai-sampai di daerah Gunung Kidul Yogyakarta ada istilah ”sapi mangan sapi”. Maksudnya karena rumput sulit didapat, sapi pun dijual untuk membeli pakan selain rumput untuk pakan sapi juga. Untuk diketahui, sapi bisa juga diberi pakan ubi kayu.

Namun, jika musim hujan tiba, rumput tumbuh di mana-mana. Bahan pakan melimpah. Jumlah sapi yang dijual penduduk desa juga berkurang. Mereka memilih untuk menjadikan sapi sebagai tabungan. Harga daging sapi pun melonjak karena jumlah pembeli relatif tetap sementara stok daging menurun. Kira-kira begitu logikanya. Biasanya jika daging sapi lokal di daerah-daerah harganya melangit, penduduk Jakarta lebih memilih daging sapi impor. Harga sapi impor jauh lebih rendah dibanding sapi lokal. Ya, saya lumayan tahu perdagangan daging sapi, karena saya dulu pernah menjadi pemasok daging sapi lokal dari Magelang ke Jakarta. He..he…

TAK MENYANGKA DICAMPUR DAGING BABI

Rabu 12 Desember 2012 lalu saya geregetan mendengar berita pemasok daging untuk pembuatan bakso ternyata mencampur daging sapi dengan daging babi celeng. Ketika ditanya, si pencampur mengaku bahwa harga daging sapi sedang mahal sementara harga babi celeng murah. Tega benar! Kasihan si penjual bakso. Tanpa ia sadari ia memakai daging yang haram dan najis. Dan bukan tidak mungkin untuk sementara waktu penjualan baksonya akan menurun. Karena tentu saja orang yang beriman tidak akan mau makan bakso daging babi. Saya sendiri pun langsung berkomentar ke istri saya, ”Selama harga daging sapi tinggi, untuk sementara jangan beli bakso. Khawatir tercampur daging babi.” Allah SWT berfirman:

”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,… (Terj. QS. Al-Ma`idah [5]: 3)

Sebagai bekas pedagang daging sapi, saya tidak menyangka begitu teganya orang memakai daging babi. Kenapa tidak memakai daging sapi impor saja. Toh harganya tidak jauh beda dengan daging babi. Harga daging sapi lokal memang Rp 90.000/ kg. Tapi harga daging sapi impor sekitar Rp 75.000/ kg. Tidak jauh beda dengan harga daging babi yang sekitar Rp 65.000/ kg. Harga daging babi hutan (celeng) saya tidak tahu. Tapi mestinya lebih  murah dari daging babi ternakan. Tapi  bagaimana pun murahnya, bahkan seandainya Rp 0 pun (alias diberi gratis), tidak sepantasnya mencampur daging sapi dengan daging celeng. Sebagai pedagang , lebih terhormat kita rugi bahkan bangkrut daripada mencampur daging sapi dengan daging babi. Lebih baik ganti barang dagangan yang lain yang halal walaupun untungnya kecil, daripada mendapat untung besar tapi haram.

KEUNTUNGAN YANG TIDAK HALAL

Pencampur daging sapi dengan daging babi itu jelas bukanlah orang yang bertaqwa kepada Allah. Hanya karena ingin mendapat harta, teganya ia menipu tukang bakso. Teganya ia memberi makan daging najis kepada orang-orang yang ingin memakan daging halal.

Si pencampur ini memakan harta yang sangat tidak halal  Pertama, ia menipu para pedagang bakso. Uang hasil menipu jelas tidak halal. Yang kedua, ia menjual babi. Menjual hewan yang haram dimakan, haram juga hukum menjualnya. Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Nabi saw bersabda:

”Allah melaknat kaum Yahudi yang telah diharamkan bagi mereka lemak-lemak bangkai, tetapi mereka malah menjualnya dan makan harganya. Padahal Allah jika telah mengharamkan terhadap suatu kaum makan sesuatu, Dia haramkan (juga ) harganya atas mereka itu.” (Terj. HR. Ahmad dan Abu Dawud)      

MAKAN DAGING SEMINGGU SEKALI

Sebenarnya kami di Pesantren Media termasuk hamba-hamba Allah yang pantas bersyukur. Seminggu sekali kami merasakan masakan daging sapi. Biasanya dibuat rendang. Menurut polling, itu adalah masakan paling disuka orang seluruh dunia. Namun sejak pertengahan Desember 2012 menu daging sapi diganti dengan daging ikan tuna. Bumbunya dibuat bumbu rendang sehingga jadilah ikan tuna bumbu rendang. Daging ayam juga dibuat bumbu rendang. Pernah suatu pagi salah seorang santri akhwat penyuka daging rendang bertanya ke Bu Cucun (khadimah bagian masak), ”Bu Cucun, ada daging rendang?!” Bu Cucun menjawab, ”Ada. Rendang ikan tuna.” Mendengar itu, saya tertawa dalam hati. Buru- buru saya ambil kamera, lalu memotret Rendang Ikan Tuna yang baru saja disajikan Bu Cucun.

DAGING SEGAR DAN LEZAT DARI LAUT

Sebenarnya kita yang hidup di negara kepulauan ini pantas bersyukur dengan melimpahnya kekayaan perairan kita. Allah SWT berfirman:

Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. (Terj. QS. Fathir [35]: 12)

Banyak substitusi (pengganti) jika harga daging sapi sedang mahal. Apalagi harga hasil laut biasanya lebih murah. Teri Rp 52.000/ kg bisa untuk tiga kali makan. Ditumis dengan campuran cabe rawit. Cocok untuk sarapan pagi. Sangat sehat karena protein dan kalsiumnya tinggi. Tuna Besar Rp 40.000/ kg. Dagingnya merah seperti daging sapi. Bisa dibuat masakan rendang atau berkuah. Bila dibuat rendang dengan tambah kacang merah, rasanya tak jauh beda dengan rendang daging sapi. Lebih murah pula, karena memasaknya pun bisa lebih cepat. Hemat bahan bakar.  Digoreng biasa juga enak, mirip daging goreng sedikit agak lembut teksturnya. Ada juga Tongkol Besar Rp 15.000/ ekor  biasa disajikan dalam bentuk asam padeh. Masakan ala Sumatera ini juga menjadi favorit para santri. Kelezatan berbagai masakan hasil laut ini termaktub dalam al-Qur`an:

”Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Terj. QS. Al-Ma`idah [5]: 96)

Disamping lebih murah, hasil laut halal dikonsumsi, baik masih hidup maupun sudah jadi bangkai. Rasulullah saw bersabda:

”Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Malik, asy-Syafi’i, Imam Empat, dan Ibnu Khuzaimah)

MUSNAHKAN BABI!!

Saya teringat punya teman di Sukabumi yang membuat bakso dari daging ikan Tenggiri. Maksud saya, kalau memang harga daging sapi lokal sedang tinggi, pakailah daging ikan tenggiri, jangan daging babi. Hanya orang-orang yang picik dan tidak mau berusaha sedikit lebih keras saja yang memakai babi.

Peran pemerintah yang membiarkan adanya peternakan babi juga memberi peluang penggunaan babi untuk konsumsi masyarakat. Tidak perlu takut diprotes orang Cina dan orang Kristen. Karena orang Kristen aslinya juga dilarang makan babi, baik babi hutan maupun babi ternakan. Silakan cek Perjanjian Baru. Orang Cina pun tidak semua suka daging babi. Kata tetangga saya di Surabaya yang Cina, orang yang suka makan daging babi, badannya bau.

Bau? Ya, bau!! Karena babi adalah pemakan segala, khususnya kotoran. Ular pun dimakan oleh babi. Dulu pun ketika babi diciptakan, dia difungsikan sebagai pemakan kotoran hewan. Ketika perahu Nabi Nuh as telah mulai banyak kotoran hewan yang dibawa naik perahu Nabi Nuh, maka Allah menciptakan babi dari gajah untuk memakan kotoran-kotoran tersebut.

Ham bin Nuh yang dihidupkan oleh Nabi ’Isa atas permintaan Hawariyun menceritakan, ”Ketika kotoran hewan telah semakin banyak, Allah mewahyukan kepada Nuh untuk memegang ekor gajah. Lalu nabi Nuh memegang ekor tersebut maka jatuhlah babi jantan dan babi betina. Lalu keduanya melahap kotoran.”(Atsar Ibnu Abbas)

Namun sekarang, ketika manusia sudah mendarat. Kotoran manusia, hewan, dan burung sudah bisa dipendam di tanah, maka fungsi babi sebagai pembersih sudah tidak ada lagi. Allah pun melarang menjadikan babi sebagai makanan manusia. Bahkan di masa pemerintahan Umar bin Khaththab ra, babi-babi yang dimiliki ahlul kitab dibeli oleh pemerintah Islam untuk dimusnahkan.

Oleh karena itu sudah saatnya, kita dan pemerintahan yang Islami memusnahkan babi dari muka bumi. Dimusnahkan sejak sekarang dan disempurnakan di masa pemerintahan Nabi ’Isa bin Maryam nanti. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda:

”Putra Maryam akan turun sebagai pemimpin yang bijak dan hakim yang adil. Dia akan mematahkan salib, membunuh babi, …. ” []

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *