Loading

INT. Kantor Pribadi-Siang

Sebuah ruangan dengan interior kantor yang sederhana. Terdapat sebuah poster berlambangkan Rahayu Nusantara Publishing. Gilang duduk di depan mejanya.laki-laki lain masuk membawa tumpukan berkas.

“Mas Gilang, ini naskah yang dikirimkan. Katanya dia siap untuk revisi apa pun.”

“Siap!”

Ia tersenyum. Sambil memandang kertas itu, Matanya menerawang.

FLASH BACK

EXT. Tempat jemur baju-Pagi

Suasana di depan rumah kecil.

“Alah! Kamu itu ngapain sih nulis ginian. Lebih baik kalau kamu bantu mbakmu itu buat dagang dodol di kota. Bakatmu itu nggak ada gunanya…”

Gilang kecil tengah menulis ceritanya di sebuah buku tipis. Ibunya terua mengomel sambil menjemur baju. Ketika berjalan masuk ke rumah, ibu itu mendorong kepala anaknya.

“Sekolah aja enggak, mau jadi penulis. Kalau mimpi tuh jangan ketinggian.”

Kakak perempuan anak itu keluar dari rumah dan ikut duduk di sebelahnya.

“Nggak apa-apa, dek. Kamu harus berusaha raih impian kamu dengan sungguh-sungguh. Jangan dengerin kata mamak. Nanti lama-lama mamak pasti mengerti.”

Anak laki-laki itu menyandarkan kepalanya di lengan kakaknya.

“Kak, maafin Gilang ya. Gilang janji gilang akan berusaha.”

Kakak perempuannya tersenyum sambil mengelus kepala adiknya.

INT. Kamar kumuh-Malam

Di kamar yang gelap, hanya ditemani oleh lampu minyak yang sederhana. Gilang bersusah payah membaca koran-koran.

FLASH BACK

EXT. pasar-Pagi

Gilang menemukan koran-koran di jalan. Ia membersihkan dan menyimpannya.

BACK

INT. Kamar kumuh

Gilang menyalin beberapa tulisan di buku tipisnya. Membuat kliping.

EXT.  Jalan besar-Siang

Gilang menjual koran-koran di jalan raya. Sesekal ia duduk dan membaca koran itu.

EXT. stasiun-Sore

Gilang menjadi penyikat sepatu di stasiun.

EXT. depan kantor koran.

Gilang memandang tulisannya sebentar dan masuk ke dalam kantor itu.

INT. kantor koran.

Tulisan gilang dilempar ke wajahnya.

“Apa ini! Tulisan nggak bermutu.”

KANTOR PENERBIT LAIN

Gilang berkali-kali ditolak tulisannya.

EXT. Jalan Besar

Gilang membaca sebuah koran. Tulisannya terpampang di sudut kecil kolom opini. Gilang tersenyum.

INT. rumah kumuh

Gilang berlari membawa koran dengan tulisannya di tangan.

“Mak! Tulisan Gilang dimuat, Mak”

Ibunya hanya mengangguk tak acuh.

“Dibayar berapa kamu?”

“Umm… Nggak jadi, deh.”

Gilang berlari keluar rumah sambil menggenggam korannya.

EXT. Kebun di belakang rumah. Gilang duduk memeluk lutut. Ia memandang koran di tangannya. Kakaknya datang dan ikut duduk. Mengelus punggung Gilang.

“Kakak percaya kamu pasti bisa jadi penulis. Kamu juga harus percaya sama diri kami sendiri Gilang.”

Gilang terisak dan masuk ke dalam pelukan kakaknya.

BACK

INT. Mobil

Gilang dewasa sedang menyetir. Terdengar dering telpon. Ia meminggirkan mobilnya.

“Ya, Kak. Ada apa?”

Suara ditelepon. Menahan getaran.

“Lang.. Mak, Lang.. Beliau pengen kamu cepet balik.”

“Ada apa, Kak?”

“Pokoknya kamu pulang aja sekarang.”

Mobil kembali berjalan dengan kecepatan tinggi.

INT. Kamar Mak

Gilang berlari masuk ke dalam. Kakaknya duduk di pinggir tempat tidurnya. Gilang terpaku di pintu kamar.

“Lang. Ke sini, nak.”

Gilang mendekati ibunya dan berlutu di depat kepalanya.

“Mak minta maaf kalau mak pernah menyakiti hati Gilang. Mak masih sering sedih kehilangan bapak kamu. Tapi mak seneng kamu nggak putus asa gara-gara Mak nggak percaya sama kamu. Mak seneng kamu punya kakak yang percaya sama kamu. Mak seneng kamu udah sukses dan bisa jadi tulang punggung buat kakak kamu. Mak sayang sama Gilang.”

Mak mengusap kepala Gilang yang menunduk terisak. Sesekali Gilangmengangguk lemah. Kakaknya menangis di ujung tempat tidur. Gilang menggenggam tangan Maknya.

“Mak. Gilang sayang sama Mak.”

“Mak juga Gilang. Jaga Kak Rahayu. Mak udah kangen banget sama Bapak.”

Mak mengucapkan dua kalimat syahadat dengan pelan. Gilang mendekatkan kepalanya membisikkan kalimat tahlil di telinga mak. Mak menutu mata.

EXT. Halaman rumah.

Kak Rahayu sedang menyapu halaman. Gilang keluar rumah sudah siap akan pergi bekerja. Gilang mendekati kakaknya dan mencium tangan kakaknya.

“Gilang pergi kerja dulu, Kak.”

“Iya. Hati-hati.”

INT. Halaman depan kantor

Gilang memasuki kantor dan melihat perempuan muda duduk di sofa. Seorang laki-laki mendatanginya.

“Mas. Itu ada reporter dari majalah Ide Muslim yang kemarin mau wawancara Mas.”

Gilang menoleh kepada perempuan itu. Mata mereka bertemu. Perempuan itu tersenyum malu dan menunduk. Dada Gilang berdegup kencang.

 

Arsip 8 Februari 2016

[Fathimah NJL, Kelas 2 SMA, Pesantren Media]

By Fathimah NJL

Santriwati Pesantren Media, angkatan ke-5 jenjang SMA. Sudah terdampar di dunia santri selama hampir 6 tahun. Moto : "Bahagia itu Kita yang Rasa" | Twitter: @FathimahNJL | Facebook: Fathimah Njl | Instagram: fathimahnjl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *