Loading

Pagi ini begitu cerah. Sang mentari memancarkan cahayanya. Langit biru dengan gumpalan awan putih seputih salju. Perlahan ia bergerak mengikuti angin. Nyanyian merdu burung-burung pipit yang hinggap di beberapa ranting pohon. Burung pipit yang berada di ranting paling atas bagaikan seorang main vocal dalam kelompok paduan suara. Kristal embun pagi yang bening telah terjatuh dari bagian epidermis rerumputan. Hembusan angin membelai lembut dedaunan. Lalu lalang orang-orang mengayunkan langkah kaki menjemput rezeki. Ya, pagi yang indah yang patut disyukuri oleh penghuni bumi ini.

“Ris, tolong anterin ini ke Abi.” Pinta ummi sedikit mengangetkanku yang sedang khusyuk menikmati suasana pagi lewat jendela. Ummi menyerahkan nampan berisi secangkir teh hangat dan pastel isi abon.

“Baik, Mi.” Kataku sambil mengambil nampan. Ummi berjalan ke arah dapur. “Tunggu Mi, emangnya Abi ada di mana?” Tanyaku sedetik kemudian membuat langkah ummi terhenti. Ummi membalikkan badan. Kerudung biru toska yang menjulur dari kepala hingga dadanya sedikit terayun oleh desiran angin yang masuk dari jendela.

“Di ruang TV. Biasa, nonton berita, Ris.”Jawab ummi santai.

“Oh iya, Risha lupa, Mi.” Kataku pelan. Ummi tersenyum. Senyuman itu membuat ummi terlihat lebih manis. Aah, ummiku memang manis dan cantik. Belum lagi hidung bangirnya, bulu matanya yang lentik, kulit putihnya, bibir tipisnya dan alisnya yang tebal. Ummi memang keturunan Arab-Melayu. Sedangkan aku berdarah Sunda-Melayu-Arab. Abiku asli dari Bandung. Lahir di Bandung, sekolah di Bandung, dan…

Di dekat pintu gerbang Gedung Sate, di bawah rintikan hujan sore 14 September 1994, seorang wanita berkerudung merah muda dan berjilbab hitam pekat berdiri tak jauh dari pintu. Payung dengan corak bunga lili memayunginya. Tak lama kemudian, seorang laki-laki berkemeja biru berlari menerobos hujan yang mulai deras. Langkahnya terhenti saat ia berada di dekat pintu gerbang Gedung Sate. Tiga meter dari tempat wanita tadi berdiri. Dua pasang mata pun saling bertemu. Pertemuan yang membawa dua insan mengikat janji suci. Mengharap rahmat dan ridho Ilahi. Mengarungi samudera keluarga hingga melahirkan gadis yang begitu mempesona. Dan gadis itu bernama Risha. Ya, itulah sekilas kisah pertemuan abi dan ummi yang menurutku cukup romantis. Seperti di film-film. Xixi.

Bersambung…

[Siti Muhaira, santri kelas 3 jenjang SMA, Pesantren Media]

 

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *