Loading

Perempuan itu memandang seorang lelaki tampan dari kejauhan. Dia langsung tertarik dengan lelaki itu. Belum lagi tampilannya yang berpeci, berbaju koko dan bersarung, serta tangan kanannya memeluk Al Qur’an, membuat perempuan itu seketika merasa adem.

Tapi, lelaki itu hanya menunduk saja, tidak membalas tatapan perempuan itu. Mereka sedang berjalan berlawanan arah, sebentar lagi mereka berpapasan. Perempuan itu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari lelaki tersebut, dan dia juga berharap lelaki tersebut akan mengangkat pandangannya lalu membalas tatapan perempuan itu. Namun semakin dekat, semakin tidak terjadi.

Tiba-tiba saja lelaki itu berhenti untuk memungut wadah es krim yang masih ada setengah es krim dalam wadah tersebut, yang tadi tergeletak di jalan. Perempuan itu segera memalingkan wajahnya penuh kesinisan. Dia seketika merasa jijik pada lelaki itu, dan memang, dia jijik pada semua orang. Kadang juga dia benci pada semua orang. Dia pun berjalan menjauh dari lelaki itu, yang kini tertinggal di belakangnya. Kepalanya sibuk membayangkan hal-hal menjijikkan yang mungkin pernah dilakukan lelaki itu sambil tersenyum puas karena merasa dirinya lebih baik dari lelaki itu.

Seandainya saja dia mau menolehkan kepalanya ke belakang, maka dia akan melihat lelaki itu melemparkan sampah tersebut ke dalam tong sampah terdekat di pinggir jalan, karena lelaki itu sangat mencintai kebersihan, dan dia percaya, bahwa segala kebaikan besar di dunia ini selalu dimulai dari kebaikan-kebaikan kecil.

Tapi perempuan itu tidak pernah menoleh.

[Hawari, santri kelas 3 angkatan 2 Pesantren Media tingkat SMA]

By Hawari

Hawari, santri angkatan ke-2 jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://downfromdream.tumblr.com | Twitter: @hawari88

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *