Loading

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Penghalang Berkembangnya Para Entrepreneur Muda

Dalam bab ini, penulis berusaha menjabarkan permasalahan apa saja yang dihadapi para calon entrepreneur muda di Indonesia, dan bagaimana cara menyelesaikannya.

Di Indonesia, banyak sekali pemuda-pemudi yang memiliki bakat yang luar biasa untuk menjadi young entrepreneur. Banyak di antara mereka yang memiliki bakat dan kemampuan serta kapabilitas yang luar biasa dalam wirausaha, namun masih terhalang berbagai macam masalah yang membuat mereka terhambat bahkan sekedar untuk memulai.

Halangan tersebut juga banyak sekali, berikut beberapa contohnya;

  1. Ragu untuk memulai dan takut akan kegagalan.

Banyak dari para pemuda yang ingin sekali untuk mulai membangun sebuah usaha. Dengan usaha sendiri, seorang pemuda dapat menjadi lebih dewasa dan mandiri secara finansial, karena ia tidak perlu lagi mengandalkan uang saku dari orangtua, dan secara otomatis akan berusaha mengelola keuangannya secara mandiri dan bertanggungjawab. Namun masalahnya, bagaimana seorang pemuda hendak menjadi seorang entrepreneur muda yang sukses jika saat memulainya saja sudah ragu dan takut gagal?

  1. Tujuan yang tidak menginspirasi.

Biasanya, seseorang (terutama remaja) akan menentukan sebuah obyek tertentu sebagai motivasinya dalam upaya agar usaha yang sedang dijalaninya tersebut lebih dapat dilaksanakan dengan semangat. Contohnya; seorang remaja bernama Andi menginginkan sebuah smartphone keluaran terbaru. Namun, ia tidak memiliki uang untuk membelinya. Ia pun memulai sebuah usaha untuk dapat mengumpulkan uang dan merealisasikan tujuannya tersebut, yakni membeli smartphone keluaran terbaru.

Atau bisa pula sebaliknya, yakni Andi ingin memulai sebuah usaha, namun kurang memiliki semangat untuk tetap konsisten. Akhirnya, Andi memilih smartphone keluaran terbaru yang belum bisa dia beli untuk memotivasinya dalam memulai dan konsisten dalam sebuah usaha.

Namun masalah kemudian muncul jika keinginan akan sebuah obyek tersebut memudar. Bisa dikarenakan obyek tersebut mulai ketinggalan zaman, atau tiba-tiba saja kita mendapatkan obyek yang kita inginkan tersebut di tengah-tengah usaha, akhirnya kita sudah tidak termotivasi lagi.

  1. Sistem pendidikan yang kurang mendukung para entrepreneur

Para sarjana yang menganggur dari tahun ke tahun terus meningkat. Berdasarkan survei data dari BPS, jumlah pengangguran terdidik untuk jenjang universitas pada Februari 2012 tercatat sebesar 541.955 dan pada tahun 2013 tercatat sebesar 421.717. Jumlah tersebut tentunya akan terus bertambah. Karena setiap tahun, universitas pasti akan meluluskan sarjana-sarjana baru yang jumlahnya ribuan. Namun, tidak semua lulusan perguruan tinggi bisa diterima di dunia kerja, dengan berbagai macam sebab.

Hal ini menunjukkan betapa lemahnya sistem pendidikan di negeri kita ini. Kita selalu disibukkan untuk membentuk peserta didik yang kelak mampu menjadi ‘pekerja’, bukan sebagai ‘pengusaha’ (entrepreneur). Selama ini, sistem pendidikan di Indonesia hanya sibuk menciptakan ilmuwan dan pemikir. Tujuan pembelajarannya berorientasi kepada negara Amerika Serikat yang berfokus pada penguasaan IPTEK. Sehingga yang tercetak hanya calon-calon pekerja yang hanya siap bekerja di bawah perusahaan orang lain, tanpa tahu bagaimana untuk memulai usaha sendiri. Padahal dengan memulai sebuah usaha, para remaja dapat lebih mandiri dan tidak mengandalkan perusahaan orang lain. Memulai usaha juga berarti membuka lapangan kerja baru yang dapat mengurangi tingkat pengangguran.

 

Solusi dan Motivasi Bagi Para Entrepreneur Muda:

  1. Menjadikan Kegagalan Sebagai Kunci Kesuksesan

Jika kita takut gagal, maka kita akan serba ragu dalam menjalani usaha kita ini. Ambil saja contoh begini; kita jadi takut untuk menghubungi calon client untuk menawarkan penawaran atau produk baru kita hanya karena kita takut gagal. Atau kita tidak berani berinovasi dalam usaha kita hanya karea takut inovasi tersebut akan gagal. Dalam kasus yang terparah, kita bahkan tidak ingin memulai sebuah usaha hanya karena takut gagal.

Ingat! Jangan jadikan kegagalan sebagai alasan untuk berhenti. Kegagalan adalah komponen penting dalam mencapai sebuah kesuksesan. Tanpa kegagalan, kita tidak dapat berkaca dari kesalahan-kesalahan yang telah kita lakukan, sehingga kita cenderung untuk mengulangi kesalahan yang sama.

 

  1. Visualisasi dan Konsistensi.

Usahakanlah alih-alih membayangkan “sesuatu” sebagai tujuan, lebih baik membayangkan “bagaimana rasanya” ketika kita mencapai kesuksesan tersebut. Dengan cara ini, kita akan lebih termotivasi dalam menjalankan usaha. Jangan lupa pula, motivasi saja tidak cukup untuk menjadi entrepreneur muda yang sukses, tapi juga diperlukan konsistensi.

  1. Praktek, Praktek dan Praktek

Sebagai pemuda yang memiliki semangat untuk memulai sebuah usaha, kita harus mulai belajar secara otodidak mengenai kewirausahaan, serta mempraktekkannya langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Jika kalian adalah pelajar yang memiliki banyak jadwal padat serta tugas-tugas harian yang membuat waktu kosong hanya tersedia sedikit untuk melakukan usaha, maka bisa dicoba melakukan usaha-usaha kecil dan sederhana yang tidak terlalu menyita waktu. Ambil contoh saja bisnis online. Bisnis online kini sangatlah mudah. Tidak perlu modal yang besar dan pemasarannya lebih gampang dan praktis. Hanya bermodalkan smartphone berkamera dan barang yang hendak dijual, maka kalian sudah bisa berjualan, bahkan jika kalian sedang berada di sekolah sekalipun!

Masih banyak lagi contoh usaha yang dapat dilakukan oleh para remaja dengan praktis dan murah. Tinggal tugas para pendidik saja untuk membimbing dan mengarahkan para remaja, sehingga dapat lebih terasah kemampuan entrepreneurship-nya. Para pendidik juga perlu mengarahkan agar berbisnis dengan jujur, tidak menipu atau mengurangi timbangan, tidak memberlakukan riba, dan lain sebagainya. Adalah tugas para pendidik untuk bersinergi dengan peserta didik sehingga mampu menciptakan soliditas dalam pendidikan kewirausahaan ini.

Perlu juga contoh nyata dari para guru dan pendidik agar para remaja lebih semangat lagi dalam memulai sebuah usaha. Seperti pepatah Jawa; Guru- Digugu lan ditiru. Artinya, perkataan seorang guru harus bisa digugu yakni dijadikan panutan, dan perilaku guru harus bisa ditiru.

[Hawari, santri kelas 2 SMA di Pesantren Media]

Catatan: Esai ini mendapatkan juara 2 di kompetisi nasional menulis esai SMENTION 2015

By Hawari

Hawari, santri angkatan ke-2 jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://downfromdream.tumblr.com | Twitter: @hawari88

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *