Loading

Mari ke negeriku kawan
Sejuta kelucuan akan kau saksikan
Dari pesakitan sampai bandar narkoba rupawan
Berdiri pongah mesti sedang tertawan
Karena diberi grasi oleh pemimpin yang sulit dilawan

Hukum negeriku sungguh ironis
Atas nama kemanusiaan hukum berganti vonis
Tak perduli puluhan ibu menangis
karena kematian anaknya yang tragis
Over dosis oleh narkoba zat iblis

Malam ini (08/11), MetroTV kembali menayangkan perdebatan seputar pembatalan vonis mati bandar narkoba.  Perdebatan terus bermunculan.  Pro dan kontra terus membahana.  Mengikuti berita ini, sungguh mebuat hati menjadi geram.  Bagaimana tidak, baru saja aku merasa senang karena di antara tumpukan hukum Indonesia yang amburadul, ternyata masih ada segelintir hukum yang kuanggap cukup adil.  Vonis mati bagi bandar narkoba.

Namun nyatanya, pada tanggal 12 Oktober 2012 lalu, Juru Bicara MA Djoko Sarwoko dalam jumpa pers mengabarkan presiden Yudhoyono mengabulkan permohonan grasi terpidana mati kasus narkoba Deni Setia Maharwan (alias Rafi) dan Merika Pranola (alias Ola) dan mengubah hukuman keduanya menjadi penjara seumur hidup.  Belum cukup sampai di situ, presiden juga memberikan grasi pada Corby warga Australia narapidana narkoba dengan mengurangi hukumannya yang semula 20 tahun menjadi 15 tahun.

Begitulah negeriku kawan.  Peringanan hukuman bagi pengedar bahkan bandar narkoba sering menggunakan dalih kemanusiaan.  Bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 28 lah, dengan hak hidup lah, melanggar HAM lah.  Bahkan hukuman mati dianggap tidak menyurutkan angka kejahatan narkoba.

Emang benar begitu? Begini kawan, pecandu narkoba itu kan jelas berbuat kriminal.  Toh ia dengan sadar membeli, memiliki dan menggunakan narkoba. Beda jika ia dipaksa karena diancam akan dianiaya misalnya.  Bahkan pecandu narkoba sering ngajak temannya (baca orang lain) untuk mengkonsumsi jugakan?

Trus bagaimana dengan hak hidup si bandar narkoba? Walah, memang ia masih pantas hidup setelah banyak bikin orang sekarat  bahkan tewas akibat narkoba yang ia jajakan?

Nah, tentang anggapan vonis mati tidak memberikan efek jera, ini tidak terbukti.  Faktanya, hukum yang diberlakukan di negeri ini adalah penjara beberapa tahun saja.  Alih-alih bikin tobat, penjara kadang malah jadi ajang peredaran narkoba. Jadi vonis mati memang belum dilakukan, trus bagaimana bisa berkesimpulan vonis mati tidak efektif?

Ah di negeri ini yang berhak divonis mati tampaknya hanya teroris ya.  Manusia-manusia macam Rafi dan Ola, mereka bejo ( beruntung) hidup di negeri berhukum lembek ini. Ck ck ck…negeriku negeriku…

[Wita Dahlia, Santriwati Kalong, Pesantren Media]

By Farid Ab

Farid Abdurrahman, santri angkatan ke-1 jenjang SMA (2011) | Blog pribadi: http://faridmedia.blogspot.com | Alumni Pesantren MEDIA, asal Sumenep, Jawa Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *