Loading

Jam 18.30 WIB. Kumandang adzan seakan baru saja berlalu. Padahal suara muadzin di mushola di seberang rumahku sudah terdengar setengah jam yang lalu. Entah kenapa, hati ini sedih dan sedikit cemas. Aku rindu dan menantikan suara merdu muadzin yang mengumandangkan adzan. Tinggal setengah jam lagi. Ya, tinggal setengah jam lagi aku bisa mendengar kumandang adzan Isya.

Malam ini aku termenung. Kupandangi langit dan keadaan di luar jendela kamar. Malam ini sungguh berbeda. Langit yang biasanya hanya ditemani oleh bulan atau bintang, kini mendapat teman baru. Malam ini langit terlihat lebih terang namun bukan karena cahaya yang dipantulkan bulan. Hembusan angin malam yang biasanya pelan dan lembut, kini berubah menjadi suara gemuruh dan ledakan hampir di tiap arah mata angin. Ya, suara petasan dan kembang api di malam ini, malam tahun baru 2014. Kembang api yang mengeluarkan cahaya berwarna-warni dengan ragam bentuk itulah yang membuat langit lebih terang.

Sejujurnya, suara petasan dan kembang api itu membuatku terganggu. Bayangkan saja, aku yang lebih menyukai suasana malam yang sunyi dan tentram, malam ini mau tidak mau aku terpaksa mendengar suara yang menggangguku itu.

“Huuh, menyebalkan!” Keluhku.

Malam tahun baru memang tak bisa lepas dari suara-suara itu. Apalagi yang membuatku lebih terganggu adalah suara terompet yang ditiup oleh anak-anak tetangga. Membuat kepalaku pusing. Anak-anak yang seharusnya berada di dalam rumah, malam ini malah berhamburan ke luar. Heran.

Ya, bagi sebagian orang mungkin malam tahun baru adalah moment yang ditunggu-tunggu. Meniup terompet, menyalakan petasan dan kembang api, pergi melihat perayaan tahun baru di jalan atau di Mall dan barbeque bersama keluarga. Hal-hal itu sudah tak asing lagi di malam tahun baru. Namun, justru membuatku muak.

“Apa mereka nggak sadar, apa yang mereka lakukan itu adalah kebiasaan orang kafir? Apa mereka tahu asal usul perayaan tahun baru yang konyol ini?” Tanyaku kesal sambil meremas-remas tirai jendela kamarku. Sejenak aku merasa ada peperangan kecil di otakku. Untungnya bukan perang dunia ke-3. Hehe.

Aku memaklumi. Mereka adalah masyarakat awam yang tidak mengetahui haramnya merayakan malam tahun baru. Atau ada yang tahu tapi tetap saja merayakannya. Perayaan malam tahun baru memang haram. Bukannya sok tahu, tapi seperti kata guruku,

“Perayaan malam tahun baru adalah kebiasaan orang-orang kafir. Dari sejarahnya aja udah jelas berasal dari mereka. Seperti dalam hadits riwayat Abu Daud yang berbunyi: Dari Ibnu Umar Radiyallahu’anhuma ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” Jadi kalau di antara kalian ada yang ikut merayakan malam tahun baru berarti termasuk orang kafir.” Jelas guruku beberapa pekan yang lalu.

Penjelasan dari guruku itu telah membuka hati dan pikiranku. Malam tahun baru memang haram. Sayangnya, banyak orang yang tidak mengetahuinya. Huuft…

ooOoo

Malam ini kakakku beserta suami dan anaknya datang berkunjung ke rumah. Senang rasanya bertemu dengan keponakanku.

“Ka Kalin!!!” Teriak Bilqis, keponakanku saat kujahili. Bilqis baru berusia 2 tahun, maklum menyebut namaku saja salah. Karin Ashilla. Itulah namaku yang benar.

Kedatangan keluarga kakak tak sepenuhnya membuat hatiku tenang. Suasana di luar tetap saja menggangguku. Hingga adzan Isya berkumandang, suara petasan dan kembang api masih terdengar. Malah, semakin larut suaranya semakin keras. Rasanya aku ingin pergi ke rumah nenek. Di sana aku bisa menenangkan hatiku dan terbebas dari suara-suara yang menggangguku. Nenek memang 11-12 denganku. Tidak menyukai keramaian seperti malam tahun baru. Aku jadi ingat peristiwa dua tahun lalu. Saat itu nenek memarahi seorang remaja yang meniup terompet di depan rumah beliau. Saking ketakutan, remaja itu sampai pipis di celana. Aku hanya tertawa melihatnya. Haha. Peristiwa itu akan jadi kenangan untukku.

“Nenek, bawa aku ke rumah nenek.” Pintaku dalam hati.

Rasanya ingin sekali menjerit. Apalagi setelah mengetahui tetangga sebelahku akan mengadakan acara barbeque bersama teman-temannya tengah malam nanti.

“Haduuh… gawat nih tidurku bisa nggak nyenyak malam ini! Kesalku.

ooOoo

Apa yang aku khawatirkan benar-benar terjadi. Jam 00.00 WIB aku terbangun dari tidurku. Mimpi yang menemani tidurku seakan lenyap begitu saja. Aku terbangun dengan beribu kekesalan di dada. Suasana di luar semakin ramai dengan suara petasan dan kembang api. Apalagi sekarang ditambah dengan suara tawa tetangga sebelah yang keras. Kepalaku semakin pusing saja.

“Berisik banget! Nggak tahu apa orang lagi tidur? Kenapa sih ketawanya keras banget ganggu orang aja! Huuh!” Keluhku kesal.

Acara barbeque tetangga sebelah benar-benar menggangguku. Tidurku masih belum cukup. Kuputar murottal surat Ar-Rahman yang dilantunkan Syekh Mishari Rashid di Hand Phone untuk menemani tidurku. Kuputar dengan volume keras. Tapi tetap saja suara tangga sebelah masih jelas terdengar dan mengalahkan suara murottalku. Aku pun tak bisa tidur dengan nyaman.

Kemudian aku berpikir sejenak. Aku berusaha mencari solusi. Dan beberapa menit kemudian aku berhasil menemukan ide.

“Mungkin, jika suara murottalnya lebih keras bisa menyadarkan tetangga sebelah. Sekalian biar mereka taubat. Hehe.”  Kataku dalam hati. Ya, hal itulah yang terlintas di kepalaku.

Kemudian aku bergegas pergi ke kamar kakakku yang berjarak 7 meter dari kamarku. Speaker di sana suaranya lebih keras dari pada suara di Hand Phoneku. Malam itu jam menunjuk ke angka 00.30 WIB. Aku berjalan pelan dan sangat berhati-hati agar tidak membangunkan orang tuaku yang sedang terlelap dalam tidurnya. Akhirnya aku berhasil sampai di depan pintu kamar kakak. Aku tahu malam ini kakak sedang tidak ada di rumah, jadi aku tidak perlu khawatir masuk ke dalam kamarnya.

Kamar kakak gelap. Aku meraba-raba dinding di mana stop kontak berada. Aku mengalami kesulitan. Aku memang jarang masuk ke dalam kamar kakak. Bahkan stop kontak saja aku tak ingat di mana letaknya. Akhirnya, aku berhasil juga. Kakakku memang aneh, menaruh stop kontak di belakang lemari. Ada-ada saja.

Lampu sudah kunyalakan. Kamar kakak kini terang benderang soalnya lampunya baru diganti kemarin pagi. Kini aku mencoba menyalakan speakernya. Tapi sayangnya, aku mengalami kesulitan untuk yang kedua kalinya. Terlalu banyak kabel di dekat speaker. Aku bingung mencari mana kabel milik si speaker.

Beberapa menit kemudian…

Setelah mencari akhirnya berhasil juga. Kabel milik si speaker sudah kupasang ke terminal. Kini tinggal tekan tombol power di speaker. Dan…

Krekk….

Suara pintu terbuka. Kakak yang membuka pintu terperanjat kaget melihatku.

“Eh, Karin. Ngapain di sini?” Tanya kakak. Aku tersenyum kecil melihatnya.

“Mau putar murottal, Kak.” Jawabku pelan.

“Loh, buat apa tengah malam gini putar murottal?” Tanya kakak. Ia seperti sedang mengintrogasiku.

“Abis… tetangga sebelah berisik, Kak. Ketawa-ketawa sambil barbeque terus ganggu tidurnya Karin, terus nggak sadar kalau orang lain lagi tidur nyenyak bangun gara-gara suara mereka, terus ngapain juga ketawa-ketawa kayak gitu, terus…” Cerocosku. Belum selesai aku bicara kakak memotong pembicaraanku.

“Karin… percuma aja kamu putar murottal. Mereka pasti tetap berisik.” Jawab kakak pelan.

“Tapi, Kak…” Aku berusaha membela diri.

“Sudah, sana tidur.” Kata kakak.

“Please, Kak…” Pintaku.

“Nggak, nggak, Karin! Cepat pergi ke kamarmu! Kakak mau tidur.” Kata kakak. Sepertinya ia mulai kesal kepadaku.

Terpaksa aku kembali ke kamarku. Kuputuskan untuk memutar lagi murottal di Hand Phone. Malam ini sungguh malam yang tidak menyenangkan. Karena malam tahun baru aku tidak bisa melanjutkan tidurku dengan tenang. Gara-gara tetangga sebelah yang tidak tahu waktu yang tepat untuk ketawa-ketawa. Hal-hal ini membuatku geram. Akhirnya aku hanya bisa berdo’a.

“Ya Allah, semoga aku bisa melanjutkan tidur dengan tenang. Semoga hari esok lebih baik dan ampunilah aku dan mereka yang merayakan malam tahun baru  akibat ketidaktahuan mereka. Amiin…”  Panjatku dalam hati.

Ya, bagiku malam tahun baru memang tidak menyenangkan. Malam tahun baru bagaikan racun dalam tidurku. Aku heran, kenapa orang lain bisa fine-fine aja mendengar suara petasan, terompet dan kembang api yang jelas-jelas mengganggu. Huuh…

“Tahun baru seharusnya orang saling instropeksi diri malah berhura-hura. Sungguh fenomena yang mengherankan plus membuat dosa. Jangan sampai deh aku seperti itu. Naudzubillahi min dzalik!” Kataku dalam hati.

 [Siti Muhaira, santri kelas 2 jenjang SMA, Pesantren Media]

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *