Loading

positive-negative-thinkingGuys, jika kalian diberikan dua pilihan antara positif dan negatif? Apa yang akan kalian pilih?

Nah, maksud dari dua pilihan itu adalah prasangka. Kita sebagai manusia, pasti tahu toh prasangka itu apa?

Misalnya, jika teman kita saling membisikkan satu sama lain, kadang kita berpikir negatif tentang mereka “Jangan-jangan, dia ngomongin aku lagi” padahal, belum tentu benar. Itulah yang namanya prasangka.

Atau mungkin, saat kita bertemu dengan seorang ikhwan yang tidak sengaja menatap kita atau tersenyum, kadang kita berpikir “Pasti dia suka sama aku”, itu mah namanya kegeeran. Ups. . hehehe

Maka dari itu guys, berikut tips agar kita bisa mengendalikan prasangka kita, menurut buku yang saya baca yaitu “Manajemen Prasangka” karya MR. Kurnia.

  1. Stop prasangka buruk.

Dalam surah Al-Hujurat ayat 59 Allah berfirman :

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu mempergunjingkan sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Hujurat [49]:12)

Dalam ayat tersebut, Allah melarang kita banyak berprasangka. Boleh berprasangka, asalkan pada tempatnya.

  1. Sabar, Tahan Emosi

Nabi mencontohkan pengendalian emosi dalam mewujudkan suatu kearifan. Anas bin Malik berkata, “Ketika kami sedang duduk di masjid bersama Rasulullah saw, tiba-tiba datang seorang Arab Badui. Lalu, ia kencing di masjid. Para sahabat segera menghardiknya. “Hai, pergi kamu!” suruh mereka. Berbeda dengan itu, Rasulullah malahan bersabda, “Janganlah kalian ganggu dia, biarkan dia menyelesaikan dulu kencingnya,” Mereka akhirnya membiarkannya. Baru kemudian menasihatinya. “Masjid ini tidak pantas dikencingi dan dikotori. Masjid adalah tempat untuk berzikir kepada Allah, tempat menunaikan shalat, dan membaca Al-Quran.” Dan Rasul pun memerintahkan seseorang untuk mengambil air, lalu menyiram bekas air kencing tadi (HR Muslim)

Dengan sikap tidak emosional seperti itu, Nabi berhasil menyadarkan orang Arab Badui tersebut. Beda halnya jika beliau emosi, tentu orang Arab Badui itu tidak akan paham bagaimana seharusnya berperilaku di masjid. Sungguh mulia sikap Nabi saw.

  1. Berpikir Matang

Nabi saw. Mencontohkan bagaimana beliau senantiasa berpikir secara matang. Misalnya, saat di datangi utusan Quraisy melalui pamannya Abu Thalib. Mereka meminta Rasulullah menghentikan dakwah Islam dengan imbalan akan diberikan harta, kekuasaan, dan wanita. Menyikapi situasi demikian, Nabi mengetahui apa yang akan terjadi. Bila menerima, niscaya islam terhenti. Risalah Islampun tidak akan sampai ke dunia, dan masyarakat tetap dalam kejahiliyahan.

Jadi, sudah jelas ya guys, Berpikir matang dulu sebelum betindak.

  1. Intropeksi Diri

Masing-masing mengecek diri sendiri, lalu memperbaikinya. Tanpa intropeksi, tiap orang merasa benar sendiri, yang lain salah. Dan hanya dengan itropeksi, kesadaran akan kekurangan dan kelemahan diri akan ditemukan.

  1. Keras dalam keyakinan, Lembut Dalam Sikap

Kelembutan bukanlah kelemahan, melainkan kehebatan. Menjinakkan hati dengan memberi  maaf ketika pribadi dihina, berbuat baik ketika disakiti, bersikap lembut saat dikasari, dan bersabar disertai upaya perubahan jika dizalimi, cemoohan dibalas dengan kesabaran, ketergesa-gesaan dibalas dengan kehati-hatian. [Novia Handayani, santri angkatan ke-1, jenjang SMA, Pesantren Media]

*gambar dari sini

By novia

Novia Handayani, santriwati angkatan ke-1, jenjang SMA | Alumni tahun 2014, asal Cimanggis, Jawa Barat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *