Loading

Pada hari Rabu, tepatnya 14 Mei 2014, Pesantren Media kembali mengadakan Diskusi Aktual. Dan pada minggu itu, temanya adalah ‘Pesan Terselubung dalam Komunikasi Massa’. Diskusi ini berlangsung dari pukul 10.30 hingga sekitar pukul 12 siang. Diskusi diadakan di lantai dasar gedung Pesantren Media, dan dihadiri oleh semua santriwan dan santriwati Pesantren Media, ditambah Ustad O. Sholihin sebagai pemandu diskusi. Namun karena memiliki suatu urusan di tempat lain, akhirnya Ustad O. Sholihin harus meninggalkan diskusi pada pertengahan acara. Diskusi diawali dengan pembukaan yang dibawakan oleh Ustad O. Sholihin;

“Komunikasi dan informasi berbeda. Kalau informasi kita hanya menerima pesan, sementara komunikasi memiliki feedback. Syarat terjadinya komunikasi: ada komunikator, ada pesannya, dan ada medianya, komunikan (penerima pesan), dan feedback (imbal balik). Bagaimana dengan komunikasi terselubung? Contohnya adalah opini dalam berita, atau dalam sebuah film kadang ada iklan terselubung seperti iklan produk dan lain lain. Atau bisa dalam media lain, seperti yang kemarin terjadi, ditemukan simbol salib dalam sajadah. Atau bisa juga dalam film, contohnya dalam film Eraser, saat tokoh utamanya berbicara tentang terorisme, dia berkata, “Dan bagaimana dengan teroris Arab, orang Palestina? Itu Hamas, teroris.”

Film Islam juga terkadang memiliki pesan, yakni pesan dakwah. Yang akan dibahas adalah seberapa penting sebuah pesan yang terselubung (yang menunggangi) pada sebuah media massa. Selain memahami, kita juga mempraktekkannya dalam Pesantren Media.

Komunikasi bukan hanya dalam ucapan, tetapi juga dengan lambang dan simbol. Ada komunikasi yang cukup hanya dengan lambang dan simbol. Yang kini menjadi masalah adalah lambang komunikasi seperti logo illuminati dan lain-lain, bagaimana hukumnya dan bagaimana kita menyikapinya.”

Setelah sedikit penjelasan dari Ustad O. Sholihin, maka sesi tanya jawab pun dimulai. Pertanyaan pertama adalah dari Ella;  “Bagaimana cara menjelaskan kepada orang lain tentang pesan terselubung, dan seberapa bahayanya jika kita tidak mengetahui pesan terselubung tersebut?”

Umar menjawab pertanyaan tersebut; “Bisa masuk ke alam bawah sadar dan nanti bisa jadi pembenaran, seperti kaya melihat orang nggak pakai kerudung di film Islam, nanti membenarkan bahwa nggak pakai kerudung itu nggak apa-apa. Cara menasihatinya itu dijelaskan sisi negatif dari pesan terselubung tersebut.” Lalu disambung Ihsan menjawab; “ Cara mengingatkannya itu banyak, bisa seperti menulis di blog, bisa lewat media juga, seperti membuat lagu bahwa orang kafir itu begini-begini. Kan kalau lewat lagu kan orang suka mendengarkan lagu, nanti pesannya akan tersampaikan. Kita juga menyampaikan ke orang bisa lewat film, bikin cerita yang ideologis. Nanti orang-orang akan sadar dan mengerti.”

Pertanyaan selanjutnya adalah dari Fatimah, “Boleh nggak nonton film yang terdapat ada simbol-simbolnya, seperti di film-film Disney. Kita cuma nonton aja misalnya?” Jawaban-jawaban pun berdatangan. Menurut Holifah, “Boleh, asalkan tidak meniru-niru”. Menurut  Hawari; “Boleh asalkan kita membedah dan menjelaskan kepada orang dimana salahnya, supaya orang lain tahu.” Umar pun ikut menjawab; “Boleh kalau diambil sisi positifnya aja”. Abdullah juga menjawab; “Boleh, sependapat dengan kak Umar.” Nisa menambahkan, “Boleh, asalkan tidak dijadikan kesenangan, karena film-film itu bisa membawa kita menyeleweng.”

Pertanyaan berikutnya datang dari Maila; “Di sajadah tertentu ada simbol illuminati, kalau mislanya menggunakan itu apa bisa dikategorikan murtad dari Islam?”

Menjawab pertanyaan itu, Fadlan menjawab, “ Ya tidak murtad, kalaupun murtad, itu tergantung niatnya sendiri. Maksudnya, kalau shalat niat murtad itu baru murtad.” Tya ikut menambahkan, “Menurut saya ada dua kemungkinan, yang pertama, banyak orang-orang yang nggak tahu, apalagi yang sudah jelas ini simbol apa saja masih mempertanyakan, apalagi yang tersembunyi. Mungkin dimaklumi. Yang kedua, kalau orang itu mengetahui dan memakainya, mungkin berdosa.” Umar ikut perbendapat, “Kita harus klarifikasi dulu ke pembuatnya, apa dia membuat simbol itu secara spesifik begitu, atau hanya desain saja.” Hawari pun menambahkan; “Harus klarifikasi dulu, kita harus menyelidikinya dulu, tidak boleh langsung di-judge kalau itu simbol illuminati atau yang lain. Kalau mau curiga terus ya di Al Quran juga banyak logo illuminati, lihat saja huruf nun itu mirip seperti mata satu. Seperti kemarin dibilang di sajadah yang waktu itu ada logo mata satunya, ternyata matanya ada banyak. Jadi harus diselidiki dulu.”

Ustad Oleh pun akhirnya turut menjawab pertanyaan dari Maila tersebut; “Itu harus jelas memang, dalam komunikasi ada yang namanya desain komunikasi visual. Nah, dalam desain komunikasi visual tidak hanya membuat garis, titik, dan lain lain, tapi juga untuk menyampaikan pesan secara grafis dan gambar. Kalau kaitannya dengan lambang-lambang tadi, akhirnya kita menjadi paranoid, kalau dicari-cari di kurungan ayam nanti jadinya bintang David juga. Jadi harus dilihat dulu. Kita pada dasarnya tidak serampangan juga menuliskan yang masih tersembunyi, tapi kalau sudah jelas, ya tidak boleh kita pakai. Misalnya di kamar kita ada bintang Israel, atau misalnya lambang palu dan arit, itu tidak boleh. Karena sudah jelas itu simbolnya. Tapi yang masih samar, itu tidak bisa dihukumi dengan kepastian. Jadi kalau ada seolah-olah mirip salib, tapi belum tentu salib, ya sudah diganti saja dengan yang polos. Karena corak di sajadah dapat mengganggu kekhusyuan. Jadi memang dianjurkan menggunakan sajadah yang tidak bermotif. Jadi intinya, kalau itu masih belum jelas, dan kita ragu, maka jadi makruh, dan sebaiknya ditutup dengan warna yang lain. Tidak usah digunakan.”

Setelah jawaban untuk pertanyaan Maila telah terkumpul, diskusi pun dilanjutkan dengan membahas pertanyaan selanjutnya, yakni dari Putri. “Kalau misalkan orang awam membuat baju yang ada simbol illuminatinya apakah itu berdosa dan hukumnya apa? Apa orang Yahudi saja yang memasukkan pesan terselubung ke misalnya sejadah, apakah ada orang Kristen juga?”

Fatimah menjawab pertanyaan tersebut, “Orang awam harus mencari tahu arti dari sebuah lambang tersebut.” Kak Farid turut menjawab, “Kalau yang membuat itu tidak tahu, termasuk pada perbuatan yang tidak diketahui. Misalnya dia membuat simbol, logo ini, tapi ternyata membuatnya menjadi seperti logo tertentu, tapi dia tidak tahu, maka tidak apa-apa. Tapi kalau sudah tahu maka harus diubah.” Icha ikut berkomentar; “Kan orang itu nggak tahu, jadi orang awam harusnya nanya sama yang tahu. Yang kedua, jangan salah pilih baju walaupun baju itu sedang ngetren.” Jawaban selanjutnya didapat dari Novia; “Saya sependapat, kalau kita nggak tahu, kita berusaha untuk mencari tahu, seperti contohnya bertanya pada teman-teman yang sudah tahu. Jangan pula kita ikut-ikutan tren. Jangan malu dibilang nggak gaul, jangan sampai memakai baju yang memiliki simbol yang bertentangan dengan akidah.” Ustad Oleh menambahkan; “Kalau nggak tahu, ya nggak berdosa. Kalau ada yang memberi tahu, maka perlu diralat.”

Pertanyaan selanjutnya datang dari Ira; “Apa hukumnya menggunakan produk-produk orang Yahudi, contoh Unilever dan lain lain, bagaimana tips-tipsnya agar tidak tertipu dalam menggunakan produk-produk itu?”

Para peserta diskusi pun segera menjawab pertanyaan itu, hingga ditemukan sebuah kesimpulan bahwa: Tergantung produknya, halal atau haram. Dalam hal jual beli, masih dibolehkan. Untuk pertanyaan kedua, tertipunya dalam hal apa. Jadi kalau yang seperti itu, sekali lagi, untuk muamalah selama barangnya halal, berumalah itu boleh, bahkan dengan non muslim. Untuk hal yang masih belum jelas, jangan mempersulit ini. Karena hukum asal bermuamalah dengan non-muslim itu boleh, asalkan yang dijualbelikan halal.

Pertanyaan berikutnya datang dari Nisa; “Apa sih tujuan mereka (orang-orang Yahudi), apakah ada misinya untuk memurtadkan orang Islam?”

Umar pun segera menjawab pertanyaan tersebut; “Tujuan memurtadkan mungkin ada, tapi ingin merusak. Mereka ingin orang Islam tidak dekat dengan agamanya.” Hawari juga menjawab, “Lebih tepatnya bukan untuk memurtadkan orang Islam supaya bisa masuk agama Yahudi, karena orang Yahudi tidak menginginkan orang Islam mengikuti agama mereka, melainkan agar orang Islam mengikuti paham orang Yahudi. Mereka mengekspor film-film dan lagu-lagu dengan pesan-pesan tersembunyi supaya orang Islam mau ikut-ikutan seperti orang Yahudi.”

Setelah tidak ada lagi yang menjawab pertanyan tersebut, diskusi dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan dari Ihsan, “Apa hukum nonton film dan mempelajarinya, atau mengkonsumsi media lain yang kita tahu/ tidak tahu ada pesan rahasianya? Bagaimana cara membuat media seperti lagu gambar dan lain-lain yang ada pesan rahasianya?”

Nisa menjawab, “Kalau dia menyelidikinya untuk menyebarkan informasinya ke orang, itu tidak apa-apa. Bisa jadi haram kalau malah melalaikan, seperti membuat kita tidak mengerjakan hal yang sunnah dan wajib.” Seorang akhwat yang tidak diketahui namanya nyelutuk; “Tanyakan pertanyaan ini ke Ustad Oleh, Ustad Eftur dan Ustad Andi.”

Dikarenakan waktu yang terbatas, akhirnya dua pertanyaan terakhir tidak bisa dijawab oleh peserta diskusi. Diskusi diakhiri ketika adzan Dzuhur berkumandang. Diskusi berlangsung dan ditutup dengan tertib.

[Hawari, santri SMA angkatan kedua di Pesantren Media]

By Hawari

Hawari, santri angkatan ke-2 jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://downfromdream.tumblr.com | Twitter: @hawari88

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *