Loading

Suara anak tangga terdengar. Pasti sebentar lagi ibuku akan datang dan akan memarahiku karena besok adalah hari pembebasn. Namun kamarku berantakan padahal ibuku tidak suka dengan barang-barang berserakan. Ibuku itu tidak suka melihat sesuatu yang berantakan. Aku berpikir keras agar semua barangku rapih. Aku mengambil peti di samping lemari, peti itu adalah pemberian ayahku ketika aku masih kecil untuk menaruh barang berhargku. Namun kali ini aku masukan semua barnag yang ada di kasurku, kabel, jam tangan, batu akik, hingga kertas-kertas ulangan Hentakan kaki ibuku semakin dekat sekitar tiga langkah dari pintu kamarku. Gerakan tanganku semakin cepat. Peti itu langsung ku taruh ke tempat norma sambil melihat kesekeliling memastikan tidak ada yang tersisa. Gagang pintu kamar mulai bergoyang kebawah. Aku semakin panik. Dan tiba-tiba ibuku mendorong pintu itu hingga membuatku kaget dan terjatuh ke ranjang.

 

Aku melihat Ibuku datang dengan membawa sembilah pisau di tangan kanannya. Bau masakan di dapur tercium, sepertinya ibuku sedang memasak tumis kangkung. “Anakku sayang Bertus. Mengapa kau diam disini saja, lebih baik kau bantu ibu masak tumis kangkung.” Ibuku sambil menaruh pisau di meja belajarku “Ya karena besok adalah hari pembebasan” Ujarnya sambil duduk di sebelahku.

Ranjangku kusut setelah kedua tanganku meredakan genggaman kasur akibat kepanikanku ketika ibu datang. Ternyata apa yang aku bayangkan tadi tidak sama dengan kenyataannya. Namun aku kembali tegang ketika ibuku berkata

“Bagaimana perasaanmu di hari pembebasan besok?” aku memikirkan sesuatu hal, supaya apa yag aku katakan itu terlihat jujur. “Hmm.. sangat senang sekali bu, namun hatiku tidak lega” kataku dengan memasang wajah serius.“Apa katamu tadi? tidak lega? Apa maksudmu?” Perkataanku membuat ibuku salah paham. Begitulah ibuku sangat tidak suka dengan perkataan seseorang yang mengeluh. Pokoknya ibuku tuh tidak menyukai perkataan mengeluh. “Tidak, maksudku tidak lega hatiku kalo kita tidak melanjutkan memasaknya, kayanya sudah tercium bau-bau gosong” kataku. Ibuku lalu mencium-cium yang ada di depannya. Tiba-tiba ibuku lari terbirit-birit seperti gajah.

“Tidak!!!” ibuku berlari sambil berteriak. Ketika melihat masakannya ibuku mengatakan “Tidak!!!” sambil melihat tumis kangkungnya yang gosong bagaikan areng. Aku mendengar teriakan itu. Teriakan itu membuatku tertawa kecil.

oOooOo

Sejam setelah kejadian itu ayahku datang sambil membawa bawahannya untuk mengadakan rapat di rumahku. Ketika ayah sedang berada di rumah aku selalu bersembunyi di kamarku. Berbaring di ranjang sambil memandang langit-langit kamar. Penuh dengan bilah-biah kayu yang tersusun rapih seperti aku terperangkap di labirin mencari jalan keluar dari semua permasalahan ini antara milih keluarga atau Namun kali ini ayah mengetahui bahwa aku akan pindah dari kalangannya, karena mengetahui bahwa besok adalah hari pembebasan memilih keluar dari kalangan keluarga atau tetap bersama keluarga.

Aku terkejut saat ayah memasuki kamarku dengan dengn memasang wajah sangat sangat. Dengan teriak-teriak kaya orang gila sambil mengubrak-abrik kamarku. Entah apa yang ayah lakukan terhadap kamarku. Apakah ini yang di sebut dengan pembrontak? Apakah ini takdir aku harus berpindah keluarga? Mencari keluarga baru yang damai dan nyaman? Itu pertanyaan yang ada di benakku sebelum perutku tertusuk pisau yang dilakukan ayah terhadapku karena hal sepele.

By Muhammad Qais

M Qais Abdul Qowiy, santri angkatan ke-2 jenjang SMP dan angkatan ke-6 jenjang SMA | Asal Bogor, Jawa Barat | Facebook : Muhammad Qais | Instagram : @mhmmdqais

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *