Loading

Kemarin hari Rabu, saya main ke tempatnya Mas Hengky Kumayandi, penulis novel Tell Your Father I’m A Moslem. Cukup menarik sih, saya mendapatkan beberapa ilmu yang cukup berharga. Salah satunya adalah, untuk menjadi penulis yang bagus, minimal setiap hari harus meluangkan waktu dua jam untuk menulis. Ingat, itu minimal lho ya.

Seketika itu saya merasa seperti sia-sia sekali waktu saya selama ini. Saya sering banget punya banyak waktu kosong, tapi malah dibuat untuk nggak ngapa-ngapain. Cuma bengong, dengerin lagu, internetan, pokoknya nggak jelas dan nggak produktif. Setelah bercakap-cakap dengan Mas Hengky, akhirnya saya memutuskan untuk mulai harus menulis sehari sekali. Meskipun nggak nyampai dua jam, tapi pokoknya setiap hari saya harus nulis satu tulisan.

Menulis itu seperti meninggalkan jejak sejarah. Kalau kita mati, atau misalnya kalau saya mati aja deh. Kalau saya mati, minimal keluarga dekat saya pasti akan mau mencari-cari tulisan saya untuk mengenang dan kembali merasakan secuil dari jiwa saya yang sudah pergi. Ketika kita menulis, kita menuangkan sebagian jiwa dan diri kita ke dalam tulisan. Orang-orang yang kita tinggalkan ketika kita meninggal nanti pasti akan masih bisa membaca tulisan kita, karena tulisan itu akan tetap ada meski kita sudah membusuk di dalam kuburan.

Sudah lama banget juga saya nggak upload tulisan di blognya Pesantren Media. Sebenarnya itu wadah kan, buat para santri supaya bisa mengasah kemampuan menulisnya. Eh santrinya malah pada malas-malasan. Ini nggak menuduh siapa-siapa ya, cuma menyindir diri sendiri aja.

Gimana mau menjadi penulis pro, penulis yang bukunya laris, best-seller, kalau upload tulisan aja males? Ini sebagai cambukan buat saya dan kalian, supaya bisa lebih semangat menulis lagi. Kalau passion kamu emang di menulis, maka jangan berhenti untuk menulis.

Saya pernah baca sebuah tulisan pendek di 9gag, yang intinya; 1) Tetapkan apa yang ingin kamu capai. 2) Buat rencana! 3) Kerjakan hal itu setiap-ha-ri!

Kalau kita ingin menjadi penulis yang sukses, ya nggak boleh malas-malasan. Untuk menjadi penyanyi yang bagus, apakah bisa jika kesehariannya si penyanyi itu disuruh menyanyi saja malas? Supaya jadi penulis yang baik, maka kita harus menyingkirkan perasaan malas itu. Kita tidak boleh dikontrol dengan perasaan malas, dan kita tidak boleh menunggu mood.

Kata Mas Hengky, anggap kita menulis itu seperti bekerja. Ketika kita sedang malas, apakah kita bisa meminta izin sama atasan dengan alasan nggak ada mood, nggak ada inspirasi, dan setumpuk alasan lain yang biasanya kita utarakan? Tentu saja nggak bisa!

Maka dari itu, seorang pekerja semalas apapun dia, dia harus tetap bekerja karena itu kewajibannya. Anggap menulis itu kewajiban seperti bekerja, sehingga seburuk apapun kondisi kita, kita akan tetap menulis.

Dengan rajin-rajin dan sering menulis, maka kemampuan menulis kita akan terasah. Semakin lama, tulisan kita akan semakin bagus. Nggak gitu-gitu aja. Ada perkembangannya. Imbangi juga dengan banyak membaca, agar inspirasi terus mengalir dan kita bisa melihat mana tulisan yang bagus dan mana yang tidak. Menulis ibarat menuangkan air dari teko, sementara membaca itu ibarat mengisi teko tersebut supaya airnya bisa dituangkan.

Kemudian, pelajarilah hal-hal baru. Jangan pernah malas untuk mempelajari hal baru. Jangan pula merasa apa yang kita punya sekarang (ilmu) sudah cukup, sehingga kita malas untuk mencari tahu tentang hal-hal baru. Menulis itu juga seperti menyanyi. Supaya bisa menyanyi dengan bagus, diperlukan latihan dan teknik yang bagus. Dari mana teknik itu didapatkan? Dari banyak belajar!

Pelajarilah hal-hal baru tentang kepenulisan. Jangan berkutat hanya pada satu ilmu saja dan mandeg di situ. Kita harus terus membuka jendela-jendela ilmu yang baru, supaya tulisan kita dapat lebih matang dan berkualitas. Penyanyi yang sering latihan dan menguasai banyak teknik, maka ketika kita mendengarnya bernyanyi pasti sangat enak didengar. Begitu juga dengan menulis.

Dan terakhir, selalu niatkan menulis itu sebagai ajang dakwah. Kata Mas Hengky, kalau menulis itu niatnya karena ingin berdakwah, insyaallah akan selalu diberikan jalannya oleh Allah SWT.

Berdakwah dengan menulis berarti kita mengajak orang lain untuk menjadi menjadi lebih baik. Dengan menulis, kita sudah meninggalkan amal jariyah buat diri kita ketika nanti kita sudah meninggal, jika tulisan kita terus dibaca orang-orang. Apalagi jika tulisan kita itu banyak jumlahnya, wah bayangkan saja ya berapa banyak pahala yang bisa kita dapatkan.

Oleh karena itu, mulai kini, buang kata-kata seperti ‘malas’, ‘belum bisa’, dan kawan-kawannya itu jauh-jauh dari kepala kita. Kita penulis, kita pejuang. Jangan pernah menyerah barang sehari, barang sedetik. Terus dilatih. Kalau tidak dilatih, nanti karatan.

Kamu itu penulis. Kalau kamu mau jadi penulis, maka kamu nggak boleh malas. Teruslah menulis.

Ingat, kamu bisa!

[Hawari, santri kelas 3 SMA di Pesantren Media. Twitter: @hawari88] 

By Hawari

Hawari, santri angkatan ke-2 jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://downfromdream.tumblr.com | Twitter: @hawari88

2 thoughts on “Motivasi untuk Para Penulis”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *