Loading

Tips ini adalah lanjutan dari dua posting sebelumnya yang saling berkaitan seputar penulisan feature.

Hmm… harus diakui bahwa yang terpenting dalam pembuatan tulisan berjenis feature ini adalah lead. Kekuatannya ada di sana. Lead ibarat pembuka jalan. Jadi harus benar-benar menarik dan mengundang rasa penasaran pembaca untuk terus membaca. Sebab, gagal dalam menuliskan lead pembaca bisa ogah meneruskan membaca. Nah, gagal berarti kehilangan daya pikat. Itu sebabnya, penulis feature harus pinter betul menggunakan kalimatnya. Bahasa harus rapi dan terjaga bagus dan cara memancing itu haruslah jitu. Memang sih, nggak ada teori yang baku tentang menulis lead sebuah feature. Semuanya berdasarkan pengalaman dan juga perkembangan. Saya modifikasi dari perkembangan yang saya lihat di berbagai media massa dan sedikit teori umum tentang itu. Namun, sebagai garis besar beberapa contoh lead bisa disebutkan sebagai berikut:

Lead Ringkasan:

Lead ini hampir mirip dengan berita biasa, bedanya, yang ditulis adalah inti ceritanya. Banyak penulis feature menulis lead gaya ini karena gampang. Misal: Paijo. Begitu ia biasa dipanggil kawan sesama pengojek yang mangkal di perempatan dekat pasar. Tubuhnya ringkih. Kurus. Sehingga terlihat lebih tua dari usianya yang baru mencapai 33 tahun bulan kemarin. Guru honorer ini terpaksa menjadi pengojek setelah selesai mengajar karena butuh biaya untuk persiapan persalinan istrinya yang kini sedang hamil tua . Dan seterusnya…. Pembaca sudah bisa menebak, yang mau ditulis adalah seorang guru honorer yang nyambi jadi tukang ojek karena terdesak kebutuhan ekonomi.

Lead Bercerita:

Lead ini menciptakan suatu suasana dan membenamkan pembaca seperti ikut jadi tokohnya. Misal:Anak berseragam putih-abu itu menenteng balok kayu. Sorot matanya tajam bagai elang mengincar mangsanya. Sejurus kemudian ia memberi komando untuk menyerang lawannya dari sekolah lain. Tawuran pun tak bisa dihindari lagi. Warga sekitar kejadian, yang kebanyakan ibu-ibu ketakutan menyaksikan drama itu… Pembaca masih bertanya apa yang terjadi. Padahal feature itu bercerita tentang maraknya tawuran pelajar yang selama ini selalu bikin resah.

Lead Deskriptif:

Lead ini menceritakan gambaran kepada pembaca tentang suatu tokoh atau suatu kejadian. Penulis yang hendak menulis profil seseorang, biasanya seneng banget bikin lead kayak begini. Misal:Sesekali wanita tua itu mengelap keringatnya yang mengucur dengan ujung kebayanya, ia terus mengulek bumbu pecel. Sementara anak-anak sekolah sibuk berebutan membeli gorengan di kantin sekolah itu. Meski banyak anak yang suka curang dengan tidak membayar dagangannya, Bu Maryam tak pernah ambil pusing, “Mungkin dia tidak punya uang”, katanya suatu saat…..dst….Pembaca mudah terhanyut oleh lead begini, apalagi penulisnya ingin membuat kisah Bu Maryam yang bak pelangi.

Lead Pertanyaan:

Lead ini menantang rasa ingin tahu pembaca, asal dipergunakan dengan tepat dan pertanyaannya wajar saja. Lead begini sebaiknya satu alinea dan satu kalimat, dan kalimat berikutnya sudah alinea baru. Misal: Mengapa banyak koruptor kabur ke Singapura? Apakah di sana memang bisa hidup layak meski di negeri sendiri jadi buronan? Mungkin saja di sana mereka aman, karena Singapura tak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Ini benar-benar ironi…dst….Pembaca kemudian disuguhi feature tentan kehidupan para koruptor yang memilih kabur ke Singapura agar tak tersentuh hukum di sini.

Lead Nyentrik:

Lead ini nyentrik, ekstrim, bisa berbentuk puisi atau sepotong kata-kata pendek. Hanya baik jika seluruh cerita bergaya lincah dan hidup cara penyajiannya. Misal:

Hancurkan Amerika!

Adili Obama!

Obama Teroris!

Tegakkan Khilafah

Hancurkan demokrasi!

Teriakan itu bersahut-sahutan dari ribuan pendemo di depan Kedubes AS dalam unjuk rasa menentang kebijakan AS di bawah Obama yang ternyata melanjutkan misi War on Terrorism yang sudah dijalankan pendahulunya, Bush …. dst…. Pembaca akan disuguhi feature tentang tuntutan para pengunjuk rasa tersebut.

Lead Menuding:

Lead ini berusaha berkomunikasi langsung dengan pembaca dan ciri-cirinya adalah ada kata “Anda” atau “Saudara” (bisa juga Anda). Pembaca sengaja dibawa untuk menjadi bagian cerita, walau pembaca itu tidak terlibat pada persoalan. Misal: Anda jangan bangga dulu punya HP oke. Meski kemana-mana nenteng ponsel yang fiturnya seabrek, boleh jadi Anda buta tentang teknologi telgam ini   dst….

Lead Kutipan:

Lead ini bisa menarik jika kutipannya harus memusatkan diri pada inti cerita berikutnya. Dan tidak klise. Misal: “Saya akan terus berjuang sampai titik darah yang penghabisan. Lebih baik mati daripada menanggung derita karena dijajah Israel,”  kata seorang pemuda Palestina dengan lantangnya saat membakar bendera Israel di Tepi Barat dalam sebuah demonstrasi yang digelar ratusan pejuang Palestina itu… dan seterusnya. Pembaca kemudian digiring pada kisah perjuangan rakyat Palestina.

Lead Gabungan:

Ini adalah gabungan dari beberapa jenis lead tadi. Misal: “Saya tak pernah merasa gentar menghadapi serbuan AS dan sekutunya” kata Moamar Qadhafi dalam pidato yang berapi-api itu. Ia tetap tersenyum cerah dan melambai-lambaikan tangannya di hadapan ribuan rakyat Libya di sela-sela pidatonya itu…. Ini gabungan lead kutipan dan deskriptif. Dan lead apa pun bisa digabung-gabungkan. Coba ya…

Nah, setelah kita membuat lead, jangan lupa membuat isinya, yakni yang disebut dengan “Batang Tubuh”. Lead yang menarik, tentu harus didukung dengan batang tubuh yang oke juga. Tapi yang jelas fokus cerita jangan sampai menyimpang. Buatlah kronologis, berurutan dengan kalimat sederhana dan pendek-pendek. Terus deskripsi, baik untuk suasana maupun orang (profil) mutlak untuk pemanis sebuah feature.

Kalau dalam berita, cukup ditulis begini: Paijo, guru honorer yang terpaksa menjadi pengojek. Paling hanya dijelas kan sedikit soal Paijo. Tapi dalam feature, Anda dituntut lebih banyak. Profil lengkap Paijo diperlukan, agar orang bisa membayangkan. Tapi tak bisa dijejal kayak begini: Paijo, guru honorer, umurnya 33 tahun, istrinya hamil tua, rumahnya di Kalibaru, terpaksa jadi pengojek.Walah, itu mah kurang greget atuh. Hehehe..

Anda harus memecah data-data itu. Misalnya, alenia pertama cukup ditulis: Paijo, 33 tahun, guru honorer yang nyambi jadi tukang ojek. Lalu jelaskan tentang contoh keterpaksaannya jadi tukang ojek. Pajio, pria asal Magetan Jawa Timur memilih jadi pengojek setelah selesai mengajar sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar. Hal itu ia lakukan untuk menghidupi dua anaknya dan untuk biaya persiapan kelahiran anak ketiganya . Di bagian lain bisa ditulis: “Demi anak-anak, saya rela membanting tulang kerja keras” kata pria kurus berwajah tirus yang sudah merantau sejak remaja dan kini tinggal di sebuah rumah di kawasan Kalibaru. Dan seterusnya.

Anekdot perlu juga untuk sebuah feature. Tapi jangan mengada-ada dan dibikin-bikin ya? Jadi nggak menarik nantinya. Kutipan ucapan juga penting, agar pembaca tidak jenuh dengan suatu reportase. Nah, detil penting tetapi harus tahu kapan terinci betul dan kapan tidak. Misalnya, Bis itu masuk jurang dengan kedalaman 15 meter lebih 40 centi 8 melimeter…, apa pentingnya itu? Sebut saja sekitar 15 meter.

Beda dengan yang ini: Gol kemenangan Manchester United dicetak Wayne Rooney pada menit ke 44, ini penting. Sebab nggak bisa disebut sekitar menit ke 45. Kenapa? Karena menit 45 sudah setengah main. Dalam olahraga sepakbola, menit ke 41 beda jauh dengan menit ke 35. Bahkan dalam atletik, waktu 10.51 detik banyak bedanya dengan 10.24 detik. Belum lagi ngitung waktu dalam arena balapan F1, seper sekian detik juga akan diperhitungkan. Tul nggak?

Oya, ‘kecanggihan’ lead dan batang tubuh nggak bakalan sempurna kalo nggak ada ‘ending’ (penutup). Kalo dalam berita malah tidak ada penutup. Untuk feature paling nggak ada empat jenis penutup. Pertama, penutup “Ringkasan”. Sifatnya merangkum kembali cerita-cerita yang lepas untuk mengacu kembali ke intro awal atau lead. Kedua, penutup “Penyengat”. Jadi, membuat pembaca kaget karena sama sekali tak diduga-duga. Misalnya, menulis feature tentang gembong pelaku curanmor yang berhasil ditangkap setelah melakukan perlawanan. Kisah sudah panjang dan seru, pujian untuk petugas polisi sudah datang, dan sang penjahat itu pun sudah menghuni sel tahanan. Tapi, ending feature adalah: Esok harinya, penjahat  itu telah kabur kembali. Gubrak!

Ketiga, penutup “Klimak”. Ini penutup biasa karena cerita yang disusun tadi sudah kronologis. Jadi penyelesaiannya jelas. Keempat, penutup “Tanpa Penyelesaian”. Cerita berakhir dengan mengambang. Ini bisa taktik penulis agar pembaca merenung dan mengambil kesimpulan sendiri, tetapi bisa pula masalah yang ditulis memang menggantung, masih ada kelanjutan, tapi tak pasti kapan. Misalnya: Entah sampai kapan penjajahan AS di Afghanistan dan Irak ini akan berakhir.

Yup, ini sekilas aja tentang teknik penulisan feature. Anda bisa mencari ide untuk bahan penulisan dari kehidupan sehari-hari, berita aktual, kehidupan seseorang, dan peristiwa lainnya. Sebab, yang terpenting ada newspeg, alias cantelan berita, karena feature bukan fiksi. Ia fakta yang ditulis dengan gaya mirip fiksi. Banyak hal yang bisa ditulis dengan gaya feature. Buat menambah wawasan dan mengasah keterampilanmu, seringlah membaca tulisan orang lain dengan gaya penulisan feature. Pelajari, dan buatlah dengan gaya bahasamu. Sip kan? Ditanggung antimanyun deh. Selamat mempraktikkan!

Salam,

O. Solihin

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *