Loading

MAKHLUK BERBULU

Kucing berwarna hitam putih layaknya kenyataan hidup itu mengelilingi kakiku. Berharap bisa bermanja ria denganku. Aku mengelak. Dia mengejarku, tak putus asa. Dia mengadu terus menerus mengadu padaku. Aku memekakkan telinga. Bukan aku takut atau sejenisnya. Hanya saja, dia terlalu manja. Aku sedikit muak dengan kucing yang seperti itu. Karena khayalanku menggambarkan bahwa kucing merasa dia adalah raja saat dia dimanja dengan segala layanan manusia.

Penghuni kamarku, sangat menggairahkan makhluk berbulu satu ini. Apalah dayaku yang hendak melarang si bulu tidur sepanjang malam di kamarku, sedangkan aku hanya sebatas adik kelas yang haruslah tunduk pada kakak kelas. Aku tak menyebut mereka kejam. Hanya aku menghormati mereka sebagai kakak.  Kucing yang aku maksud adalah Choki. Kucing tertampan dari sekian kucing di Pesantren Media. Itu berdasarkan penilaian para asrama akhwat kecuali aku. Aku pantang mengakui bahwa Choki tampan. Karena aku merasa tersisihkan.

Entah apa yang membuat kucing itu punya aura. Jika denganku, dia sebenarnya lebih sensitif atau bahkan takut. Karena memang beberapa waktu aku sedikit membuatnya tertekan dengan mengayunkan dia ke atas ke bawah bak permainan tornado di Jatim Park. Atau biasanya aku menahannya pergi dengan menarik tangannya. Oh, terkadang pula aku memotong kumisnya dan percaya bahwa dia akan menurut padaku. Aku tahu itu mitos. Tapi lumayan untuk membuat para kakak yang memuja Choki itu naik darah padaku.

Tapi tidak hanya Choki. Masih banyak kucing di Pesantren Media. Seperti Racik. Dia adalah kucing terkeren. Karena dia memiliki aura cuek yang cool. Tentu saja menurut kakak-kakak tercinta. Bukan aku. Kedua kucing itu bisa dikatakan memiliki kedudukan yang di atas rata-rata di bandingkan dengan kucing yang lain. Seperti Tai. Tai adalah kucing yang kecil dan lucu. Hanya saja dia memiliki penyakit yang disebabkan oleh suatu bakteri. Sehingga dia terpojokkan. Ada lagi seperti Semprot. Kucing yang satu ini selalu saja diusir dari wilayah Pesantren Media. Karena dia kalau buang air kecil, tak kenal ruang dan waktu. Semua dia semprot. Itulah mengapa dia dinamakan Semprot.

[Natasha, Santriwati kelas I SMA]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *