Loading

Liburan Asyik Dalam KotaLiburan memang dibutuhkan. Setelah seminggu penuh dengan kegiatan, tugas dan pelajaran, mendinginkan otak dengan berlibur ke suatu tempat tentu akan sangat menyenangkan.

Jum’at, 5 April 2012, Pesantren Media kembali mengadakan kegiatan ini. Kegiatan yang paling dan selalu ditunggu-tunggu oleh para santri yang pikirannya telah jenuh. Tujuan kami tidaklah jauh, hanya obyek wisata yang ada di sekitar Bogor saja. Sebuah danau yang disebut Cifor serta hutang lindung dan penangkaran yang ada di sebelahnya yang terletak di daerah Situ Gede, dan yang terakhir adalah Kampus IPB Darmaga.

Kami berangkat sekitar pukul 8 pagi menggunakan dua buah mobil, yakni Panther dan Avanza. Semua santri ikhwan dan beberapa santri akhwat mengendarai Panther, sementara sisanya di Avanza. Kami berangkat dengan penuh semangat, meski kedua anak dari Ustad Umar, yakni Taqi dan Abdullah, tidak bisa berhenti berbicara dan bergerak yang tidak perlu, sehingga sangat mengganggu ketentraman para penumpang. Akhirnya, saya pun mengadakan perlombaan ‘diam tersingkat pantas dijitak dan dijewer’. Perlombaan ini cukup ampuh untuk mengheningkan mobil yang mulai gerah. Sempat terjadi pertengkaran yang sangat ribut antara Taqi dan Abdullah karena keduanya saling berusaha mengganggu agar menjadi yang pertama berbicara. Yang pertama bicara, harus dijitak. Setelah pertengkaran dari Taqi dan Abdullah usai, akhirnya kami pun kembali memulai perlombaan. Entah mungkin karena perlombaan tersebut terjadi cukup lama dan tak ada seorang pun berbicara, beberapa dari kami lupa bahwa saat itu hukuman jeweran dan jitakan masih berlaku. Tiba-tiba, Musa menghidupkan radio, dan kebetulan saat itu stasiun yang tertangkap sangatlah membosankan bagi saya. Saya pun berusaha mengganti stasiun radionya, namun tidak tahu harus menekan tombol yang mana. “Eh, ini ngganti stasiunnya pakai tombol apa yah?”

Spontan, tangan teman-teman saya pun menghujani kepala saya dengan jitakan dan jeweran. Hahaha… yang mengadakan lomba malah yang kena!

Tak lama kemudian, kami mulai memasuki kawasan yang mulai jarang akan rumah dan kendaraan. Hm, sepertinya perjalanan kami tidak lagi jauh.

Benar saja, beberapa menit kemudian, kami sampai di tempat tujuan kami. Musa dan Ustad Umar memarkirkan mobil tepat di depan danau tujuan kami. Cukup mengecewakan bagi saya, melihat danaunya tidak seperti yang saya harapkan. Saya selalu membayangkan danau-danau yang seperti di buku-buku dan film-film dongeng, sangat jernih dan dipenuhi tumbuhan-tumbuhan hijau di sekitarnya.

Namun danau yang satu ini bisa dibilang cukup kotor. Banyak sampahnya, terutama di bagian pinggirnya. Aku menghela nafas. Ah, sepertinya kesadaran masyarakat akan kebersihan masih perlu ditingkatkan. Meski ini bukan danau alami, namun menjadikannya danau yang jernih bukanlah hal yang mustahil.

Jujur saja, tidak banyak yang bisa dilakukan di tempat tersebut. Kami pun segera menuju salah satu sisi danau dimana di tempat itu ditawarkan jasa penyewaan bebek air. Kami pun segera mencobanya secara berpasangan, dan aku naik bersama adik kelasku Yusuf. Kami menyusuri sisi danau di seberang, bagian yang langsung berbatasan dengan hutan Cifor. Jika kami hanya menyusuri bagian tengah, pasti sangatlah panas. Namun di bawah keteduhan pepohonan hutan, kami bisa bersantai lebih lama. Mulai merasa bosan, saya dan Yusuf memutuskan untuk berlomba dengan kedua bebek yang dikendalikan oleh Anam dan Musa, dan yang dikendalikan oleh Taqi, Abdullah dan Kak Farid. Kami pun menentukan garis start, dan perlombaan pun dimulai.

lburan

Sejak awal perlombaan, bebek yang aku dan Yusuf kendarai sudah mulai memimpin di diepan. Anam dan Musa nampaknya sedang tidak bernasib baik karena bebek mereka terasa berat saat dikayuh namun kecepatannya sangat lambat. Sementara Taqi dan Abdullah yang ditemani Kak Farid, nampaknya terlalu sibuk bertengkar ribut saat mengemudi sehingga bebek mereka bergerak-gerak tidak jelas. Akhirnya, bebekku dan Yusuf menjadi pemenang. Dan saat mendekati garis finish,  bebek Taqi dan Abdullah malah berbalik 90 derajat dari garis lurus, sementara bebek Anam dan Musa masih tertinggal jauh. Setelah puas berbebek air ria, kami pun menepi, dan bersantai di sebuah kursi di bawah pohon yang rindang. Giliran akhwat yang bermain bebek.

Setelah semua puas, akhirnya kami mulai beranjak. Ustad Umar meminta beberapa kali kepada kami untuk berpose dalam beberapa gambar. Tanpa disuruh meloncat, semua santri ikhwan meloncat ke udara. Ustad Umar terkekeh dan menyuruh kami untuk berpose diam dulu. Setelah gambar tersebut didapatkan, barulah Ustad Umar menyuruh semua santri untuk meloncat ke udara.

Tujuan selanjutnya adalah hutan Cifor dan penangkaran rusa. Kami tiba di sebuah tempat yang sangat rindang, dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang daun keringnya berguguran dimana-mana. Wah, sangat mengingatkan saya akan tempat sunyi belakang rumah yang dulu sering saya kunjungi untuk berfikir dan menyendiri. Kami pun asyik berfoto-foto, dan kami sempat melihat  rumah anti gempa yang terbuat dari kayu dan penangkaran rusa. Kasihan sekali rusanya. Seharusnya kalau dilepas begitu saja mereka pasti akan lebih sehat dan merdeka, namun kenyataan di penangkaran, beberapa rusa nampaknya tidak terurus. Kulit mereka ada yang berpenyakit dan ada yang sangat kurus. Namun masalah lain muncul ketika hewan-hewan tersebut dilepaskan. Para pemburu liar yang serakah dan tidak berperasaan akan membunuh mereka semua dalam waktu singkat. Lagi-lagi, kesadaran yang masih sangat dangkal. Duh, dasar negeri serba salah.

Kami menuju hutan Cifor dan melihat danau dari sisi ini. Wah, cukup indah ternyata. Pantas saja banyak sekali orang pacaran di situ. Saya sempat ilfil sekali dan tidak tahan untuk berteriak teriak, bersiul-siul keras, hingga berdehem nyaring untuk mengganggu mereka yang bukan muhrim bermesraan. Hahaha… rasanya asyik sekali.

Setelah puas berkeliling-keliling dan mengambil gambar-gambar yang unik, kami pun bergegas kembali ke mobil dan segera menuju kampus IPB Darmaga. Mau ngapain sih? Dengar-dengar, beberapa santri ingin melihat langsung kampus itu sendiri dan tempat membeli susu kambing yang beberapa kali sempat kami minum. Namun saat kami tba, waktu shalat Jum’at sudah semakin dekat, hingga akhirnya kami pun memutuskan untuk shalat Jum’at terlebih dahulu.

Kampus IPB Darmaga sendiri bisa dibilang sangatlah luas. Saya sampai berdecak kagum, karena tempat itu bahkan lebih luas dari desa saya sendiri. Dan yang menarik perhatian saya untuk suatu saat ingin bersekolah di tempat ini, adalah betapa rindangnya tempat tersebut. Meski dipenuhi gedung-gedung fakultas, namun rindangnya tetap ada dan menaungi, memberikan suasana segar seperti yang ada di Kebun Raya Bogor.

Liburan

Suatu guyonan saya ciptakan saat memasuki pintu belakang Kampus IPB  Darmaga. Si penjaga yang memberikan karcis parkir kuning kepada Musa itu terlihat sangat sopan, namun sekaligus muda. Saya pun segera mengkhayal. “Eh, tahu enggak kalian, kenapa orang tadi bisa semahir itu ngasihin karcis? Soalnya dia itu mahasiswa di sini juga loh! Dia itu kuliah di Fakultas Penjaga Parkir!”

Spontan beberapa teman saya pun tertawa. Dan selama perjalanan, saya, Taqi dan Abdullah tidak bisa berhenti tertawa karena bercanda soal susu kucing perah yang sangat sehat untuk dikonsusmsi keluarga. Kami bahkan menciptakan lagunya.

Setelah selesai dengan urusan kami di Kampus IPB Darmaga, kami pun pulang. Duh, betapa menyenangkannya hari itu, meski setelahnya hampir seluruh badan kami terasa capek. Kapan ya, ada wisata dan jalan-jalan lagi?

Well, kami akan setia menunggu. 🙂

[Hawari, santri kelas 1 SMA di Pesantren Media]

Catatan: tulisan ini sebagai tugas menulis reportase.

By Hawari

Hawari, santri angkatan ke-2 jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://downfromdream.tumblr.com | Twitter: @hawari88

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *