Loading

TIDAK PUAS

Naomi menghempaskan badannya di kursi. Wajahnya tenang. Namun hatinya penuh rasa tidak nyaman. Semakin ia memikirkannya, semakin murung wajahnya.

Suami Naomi, Jarwo, masuk ke dalam rumah. Dilihatnya istrinya yang tengah murung.

“Kamu kenapa? Apa masalah itu lagi?” Tanya Jarwo pelan dengan logat jawanya yang kental. Naomi tetap melanjutkan membuat bonekanya. “Kalau nggak suka bilang aja.” Katanya lagi pelan. Naomi menoleh lembut.

“Bukan nggak suka. Cuma, kurang nyaman saja rasanya.” Katanya lembut. Jarwo menghembuskan nafas berat. Dikecupnya sang istri dan pergi meninggalkannya ke dalam rumah yang lebih gelap.

Hanya ditemani lampu yang redup, Jarwo mengeluarkan batu-batu dari laci mejanya. Ia mulai mengukur volume batu itu dengan caranya. Entah apa yang sedang ia pikirkan.

*****

Tok! Tok! Tok!

“Sebentar!” Sambut Jarwo dari dalam rumah. “Ada apa, Pak? Silahkan duduk.” Katanya mendapati seorang bapak berkemeja dan berpeci rapi.

“Hmm.. Begini, Pak Jarwo. Beberapa hari ke depan, saya akan mengadakan acara di rumah saya.” Katanya. “Saya mau meminta Pak Jarwo untuk memindahkan hujan. Agar ketika hajatan sedang berlansung, hujan tidak turun.” Katanya lagi.

*****

“Jarwo. Kamu masih suka mindah hujan? Coba *kamu cari pekerjaan lain. Jadi guru, atau jadi PNS. Kan gajinya lumayan.” Kata Kakak Jarwo ketika datang ke rumah Naomi dan Jarwo. Keduanya mendengarkan dengan diam.

*****

Suatu hari, sebuah mobil mewah diparkirkan di depan rumah Naomi dan Jarwo. Seorang laki-laki dengan mata sipit dibalik kacamatanya.

“Naomi! Naomi!” laki-laki itu memanggil Naomi sambil mengetuk pintu. Naomi membuka pintu dengan wajah ceria sekali. Mereka saling membungkukkan badan.

*****

Ternyata, laki-laki itu adalah Takeda, teman Naomi yang sama-sama pergi ke Indonesia.

“Naomi, aku akan pulang ke Jepang. Maukah kamu ikut?” ajaknya pada akhirnya. Naomi menunduk. Ia menggeleng pelan. “Ada apa denganmu? Apa kau tidak rindu kampung halaman?” Tanya Takeda lagi.

“Aku juga ingin pulang. Tapi..” kata Naomi melirik ke belakang. Tempat kediaman suaminya. Takeda tersenyum.

“Baiklah. Kalau kamu berubah pikiran, hubungi aku, ya.” katanya. Naomi mengangguk.

“Terima kasih.”

*****

Naomi masuk ke dalam rumah. Di dapatinya sang suami tengan melakukan tarian tak wajar dibagian rumah yang gelap

“Suamiku.” Panggil Naomi lembut. Namun bukannya berhenti dan menyahut, gerakan Jarwo justru semakin menggila. “Suamiku!” teriak Naomi menangis. Jarwo tetap tidak meyahut.

*****

Kini keduanya tengah berhadapan dengan burung-burung kertas tersebar di lantai. Keduanya saling berputar, ke kanan, ke kiri, melompat, berjongkok, dan terus menari. Hingga akhirnya keduanya saling mengerti. Naomi dan Jarwo tersenyum.

*****

Naomi melingkarkan sebuah tas ke lengan Jarwo. Jarwo mencium kening Naomi.

“Aku pergi dulu.” Naomi mengangguk menunggu bayangan suaminya hilang dari jalanan.

*****

Sebuah sepeda motor dengan sebuah paket di atasnya berjalan pelan menghampiri Naomi yang sedang menjemur pakaian.

“Mbak Naomi. Ada titipan untuk Mbak.” Kata laki-laki yang membawa sepeda motor itu memberikan sebuah surat dan sebuah batu dengan pita. Naomi membuka surat itu.

Untuk yang tercinta, Naomi

Jarwo

Naomi tersenyum. Sebuah kloset duduk kini diberikan Jarwo untuk melegakan keinginan istrinya.

 

Sumber: Lol Production

Dalam tugas menulis. Menceritakan kembali sebuah film.

[Fathimah NJL, Santriwati angkatan ke-1 Jenjang SMP, Pesantren Media]

By Fathimah NJL

Santriwati Pesantren Media, angkatan ke-5 jenjang SMA. Sudah terdampar di dunia santri selama hampir 6 tahun. Moto : "Bahagia itu Kita yang Rasa" | Twitter: @FathimahNJL | Facebook: Fathimah Njl | Instagram: fathimahnjl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *