Loading

Tak terasa sekarang sudah memasuki pertengahan Bulan Mei. Itu artinya sudah hampir setahun aku sekolah di Pesntren media. Tentunya banyak kisah dan pengalaman baru yang kudapatkan selama di sini, dari teman-teman dan dari para guru yang ada.

Dan semua cerita baru itu paling banyak terjadi di Rumah Media (Asrama Ikhwan). Kami termasuk beruntung tinggal di asrama yang cukup besar dengan jumlah kamar lima. Awalnya santri ikhwan berjumlah 9 orang, jadi setiap kamar dihuni minimal 2 orang, karena ada 2 kamar yang tidak terhitung, yaitu kamar yang digunakan Kak Dedy dan kamar gudang.

Banyak sekali kisah yang terjadi di asrama ini, mulai dari yang susah hingga senang. Pertama kalinya aku di Pesantren Media, aku memilih sebuah kamar berukuran  kecil yang terletak di pojok, bersama Heri dan Abdi. Sebenarnya dulu aku sedikit mengeluh, kamar tersebut sempit, tapi dihuni oleh tiga santri. Padahal ada satu buah kamar besar yang hanya dihuni dua santri.

Masalah juga tidak hanya terjadi pada ruangan yang sempit, aku semakin tidak betah tinggal di kamar yang berukuran kecil itu, karena ternyata Abdi dan Heri semakin berani merokok di kamar tersebut. Biasanya sekitar jam 9 malam, saat semuanya sudah tertidur termasuk aku, mereka pun mengunci kamar, dan kemudian mulailah aksi merokok tersebut.

Aku yang sedang tertidur biasanya langsung terbangun saat menghirup asap rokok yang sudah memenuhi ruangan kamar, wajar saja, karena kamar tersebut hanya memilik 2 fentilasi kecil. Dan aku pun batuk-batuk bila menghirup asap rokok tersebut, bahkan aku sering tidak bisa tidur semalaman karena asap rokok tersebut tidak kunjung hilang dari kamar.

Hampir setiap malam mereka melakukan aksi merokok tersebut, mereka juga mulai berani melakukannya di siang hari, aku pun hanya bisa diam dan melaporkannya ke Kak Farid. Dan kamar tersebut akhirnya tercemar dengan bau rokok. Siapa yang memasukinya pasti akan mencium aroma rokok di seluruh ruangan kamar tersebut, oleh karena itu kamar tersebut sering dalam keadaan terkunci. Agar tak ada orang luar yang memasukinya.

Hingga suatu saat baku jatuh sakit. Cukup parah. Aku tidak tahu apa penyakitku saat itu, tapi kata dokter disebabkan karena kurang minum. Tapi ada hikmah dibalik sakit tersebut, sepulang dari Rumah Sakit, aku senang karena sejak hari itu aku resmi dipindahkan dari kamar berukuran kecil yang sudah tercemar dengan bau rorkok tersebut. Kini aku menghuni kamar besar bersama Musa dan Hawari, teman yang ternyata jauh lebih baik. Tak pernah ada bau rokok dan selalu mengutamakan kebersihan.

Sejalan dengan waktu, seleksi alam pun terus terjadi. Mereka yang merasa tidak kuat di Pesantren Media akhirnya satu-persatu mulai berguguran, termasuk dua temanku yang sering membuatku tidak bisa tidur karena bau rokok, hingga menyisakan 5 orang.

Perubahan kamar pun terjadi. Atas perintah Ustadz Umar, aku pun kini sekamar dengan Yusuf, sedangkan Musa dan Hawari menghuni kamar yang berukuran kecil tersebut. Dan Kak Farid, sendiri di kamar tak berpintu.

Awalnya berjalan biasa saja, namun waktu tak pernah sekalipun lupa akan tugasnya. Aku semakin merasa sumpek sekamar dengan Yusuf, meskipun ukuran kamarnya terbilang besar, namun tetap saja selalu terlihat berantakan. Aku sendiri sudah berusaha untuk rapi, tapi Yusuf mencemarinya. Hampir setiap hari aku memarahinya karena tidak mau memasukkan pakaiannya ke dalam box yang sudah disediakan, semuanya tergeletak di lantai. Sering aku mengajaknya untuk bersih-bersih kamar, tapi selang satu hari semuanya kembali berantakan.

Tidak sampai di situ. Satu hal yang aku benci lagi darinya adalah lagu. Setiap hari telinga ini rasanya penuh dengan suara lagu dari netbooknya yang disetel dengan volume besar. Rasanya pengin kuhancurkan netbook itu, aku yang sedang mengerjakan tugas selalu terganggu dengan suara itu. Berulangkali aku memarahi dan menasehatinya, tapi tak pernah mau diperhatikan olehnya. Suatu saat, aku pernah menghapus seluruh lagu yang ada di netbooknya, tapi ia malah kembali mendownload lagu-lagu tersebut. Lagu-lagu yang sungguh tidak ada gunanya. Setiap hari, dan berulang terus, ia selalu mendengarkan lagu tersebut.

Kamar besar pun kini berantakan dan sumpek oleh suara lagu dari netbook Yusuf. Dan saat tidur pun Yusuf masih berulah, sering sudah kepalaku ini mendapat tendangan dari kaki Yusuf saat tidur, meskipun tidak terlalu sakit, tapi lumayanlah mengganggu tidur yang seharusnya nyenyak. Dan ia pun terkenal susah dibangunkan.

Masalah kunci kamar, Yusuf juga sering tidak memberikannya kepadaku saat aku pulang, jadi aku pun harus menunggunya pulang untuk bisa masuk ke dalam kamar.

Dan hingga pada akhirnya, aku benar-benar ingin lepas dari kamar itu. Dan rasanya, pada tulisan ini, aku banyak menyalahkan Yusuf ya. Tapi alhamdulillah, saat aku tulis semua ini, kamar sudah dalam keadaan rapi, padahal aku tak menyuruh Yusuf, tapi dengan kesadarannya ia pun merapikan pakaiannya yang semula berantakan. Semoga Yusuf sudah mulai merubah sikap buruknya. Dan semoga saja semuanya berubah menjadi lebih baik.

[Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan 2, jenjang SMA Pesantren Media]

Catatan: Tulisan ini sebagai tugas menulis dari Ustadz Umar

By anam

Ahmad Khoirul Anam, santri angkatan ke-2, jenjang SMA di Pesantren Media | Blog pribadi: http://anamshare.wordpress.com | Twitter: @anam_tujuh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *