Loading

Ahad, 11 September 2016

Takbir dan Tahmid bersahut-sahutan selepas Maghrib. Aku tidak pernah menunggu-nunggu kapan Hari Raya Idul Adha. Karena aku sangat tahu hari itu pasti datang. Tetapi tetap saja, aku selalu merasa heboh dengan kedatangannya. Tapi aku juga sudah menyadari, bahwa Idul Adha tahun ini akan sedikit berbeda dari tahun-tahun yang lalu.

Tetap saja hatiku berdebar-debar. Buktinya, hingga hampir jam 10 malam, aku belum bisa memejamkan mata. Bersama dengan teman sekamarku, kami mendengarkan lagu-lagu religi yang berkaitan dengan suasana hati kami yang gembira ini. Merasa besok harus segera bangun, akhirnya aku mengakhiri malam ini dengan do’a tidur.

Senin, 12 September 2016

Aku terbangun dalam kegelapan. Hanya ada sedikit cahaya jingga dari lampu tidur yang aku beli bersama teman sekamarku. Di luar, masih terdengar takbir bersahutan. Aku menengok jam di ponselku. Masih jam 2 pagi. Akhirnya kupejamkan mataku lagi.

Pukul 3 pagi alarm berbunyi seperti biasa. Dan seperti biasa pula aku bangun dan mematikannya. Dan seperti biasa pula. Jika aku menyadari bahwa hari ini libur, maka aku akan menarik selimutku lagi. Kebiasaan yang kurang bagus.

Jam setengah 5, aku terbangun dengan sendirinya. Sepertinya sudah shubuh. Aku menimang-nimang, apakah aku akan mandi dulu atau sholat dulu. Akhirnya kuputuskan untuk sholat Shubuh dahulu. Baru setelah itu aku mandi dan mengenakan pakaian yang telah kusiapkan malam sebelumnya.

Aku tidak menunggu hari raya. Tapi aku sangat senang akan datangnya hari raya. Karena itu aku ingin mempersiapkannya dengan yang terbaik. Setelah berpakaian yang baik dan sedikit meletakkan wewangian di balik kerudungku, aku mendatangi kamar Umi dan mencium tangannya. Hal yang selalu kulakukan di pagi hari di hari raya.

Setelah itu aku kembali ke kamar dan menunggu sambil mendengarkan takbir.

Sambil menunggu, aku memikirkan kembali apa yang akan aku lakukan hari ini dan hari-hari liburanku seminggu ke depan. Setelah kupikir-pikir, ternyata banyak sekali kegiatan yang ingin aku lakukan. Karenanya, aku mencatatnya di note kecilku.

Takbir masih terus bersahutan di sepanjang perjalanan kami ke Masjid Al-Madinah. Di sepanjang jalan, masjid-masjid di pinggir jalan sudah hamper penuh dengan orang-orang yang akan sholat Ied. Sejak dulu aku sudah menyadari bahwa kaum Muslim di Indonesia itu sangat banyak. Di sepanjang jalan, orang-orang berjalan beriringan memakai pakaian yang rapi.

Kami akan sholat di Masjid Al-Madinah di Dompet Dhuafa Parung. Ternyata masjid ini lumayan sepi daripada masjid-masjid lain di pinggir jalan. Setelah mempersiapkan diri dengan memakai mukena, aku dan temanku, Amilah, ikut bertakbir kembali.

Sholat Ied adalah sholat yang hanya dilakukan 2 kali dalam setahun. Yaitu saat Idul Fitri dan Idul Adha. Sebelumnya, aku telah mendapat pelajaran tentang sholat Ied di pelajaran Fiqih di Pesantren Media. Karenanya aku sudah paham bagaimana ara sholat yang benarnya. Waktu kecil dulu, aku hanya mengikuti gerakan imam saja seperti orang lain. Tanpa tahu bagaimana ilmunya.

Setelah sholat dan mendengarkan khutbah, aku bersalam-salaman dengan Amilah dan keluarga besarku. Aku katakan keluarga besar karena memang lumayan besar. Mencakup seorang ayah, dua orang ibu, dan sembilan orang adik. Ya, beberapa waktu lalu, telah berlangsung pernikahan ibuku dengan ayah baruku. Aku benar-benar kakak besar sekarang. Walau pun aku masih merasa aneh dengan itu.

Setelah itu kami kembali ke rumah. Bukan rumah yang sebenarnya bagiku karena itu adalah asrama Pesantren. Aku mengambil air minumku dan meminumnya karena tenggorokanku belum terlewati apapun sejak bangun. Memang disunnahkan untuk berpuasa sebelum sholat Ied. Kemudian aku mempersiapkan kamera dan melakukan beberapa pemotretan bersama Amilah.

Kemudian umi menyuruh kami untuk pergi ke rumah keluarga keduaku untuk sarapan di sana. Amilah memberitahuku bahwa ibunya akan datang hari ini dan ia akan menjemputnya di terminal bus damri. Kebetulan, aku dan seluruh keluargaku akan pergi ke rumah umi hari ini juga. Kami akan menjemput adik-adik laki-lakiku di sana. Mereka bermalam di sana kemarin.

Setelah itu aku dan Amilah hanya duduk di kamar dan menonton beberapa film. Aku sudah menduga hal ini akan terjadi. Waktu kecil, waktu seperti ini aku habiskan dengan menonton pemotongan hewan kurban. Sekarang aku sudah besar dan aku merasa menonton pemotongan hewan kurban sudah tidak menarik lagi.

Kami berangkat setelah makan siang. Setelah menurunkan Amilah di halte bus di Cimanggu, kami melanjutkan perjalanan menuju Masjid Adz-Dzikra di Sentul. Aku kira umi hanya akan menitipkan barang-barang lalu pergi. Ternyata ada beberapa bahkan obrolan yang lama. Aku sedikit bosan. Aku bermain Sudoku dan berkeliling masjid Adz-Dzikra. Ternyata nanti sore akan ada acara televise terkenal di sini. Aku melihat banyak kabel di dalam masjid.

Tak lama setelah itu, adzan Ashar berkumandang. Aku kembali ke masjid lagi untuk sholat. Di depan masjid, aku melihat seorang ustadz terkenal keluar dari rumahnya. Awalnya aku ragu. Tetapi di dekat rumah itu ada gambar tentang dzikir akbar dan ada gambar ustadz itu. Setelah kulihat lagi, ternyata memang benar. Kemudian aku mengambil wudhu dan ikut sholat berjama’ah di masjid. Aku sholat di antara kabel-kabel.

Setelah sholat, aku kembali menemui umi. Ternyata umi sudah selesai rapatnya. Kami bersiap pulang. Lalu aku terlibat obrolan tentang mengelola website. Wah, aku senang sekali. Selain untuk mengasah kemampuanku, belakangan ini, aku juga sedang menabung. Meski obrolan ini belum pasti, jantungku terus berdebar. Mungkin kalian tidak mengerti maksudku. Dan aku juga tidak mermaksud membuat kalian mengerti.

Kami tiba di rumah umi sore hari. Aku beristirahat sambil berbaring di tempat tidur lamaku, yang sekarang milik adikku. Setelah itu aku mengepak buku-buku pelajaran yang mungkin berguna untuk ujian nasionalku tahun depan. Menjelang maghrib, aku teringat akan teman lamaku.

Aku pergi ke rumahnya untuk menyapanya. Kami sudak berteman sejak kecil. Kami atu sekolah saat SD. Namun aku pindah saat SMP dan SMA. Ia kini sekolah boarding dan aku tidak tinggal di komplek yang sama lagi. Kesempatanku untuk bertemu dengannya hanya hari ini. Karenanya aku bergegas datang ke rumahnya.

Temanku ini tidak banyak berubah. Hanya tingginya sudah melewatiku. Padahal dulu tinggi kami sama. Kami mengobrol cukup lama sampai adzan maghrib berkumandang. Setelah itu aku berpamitan dan pulang.

Sampai di rumah, aku sholat maghrib dan beristirahat sebentar. Kemudian kami kembali menaiki mobil dan bergegas pulang ke Parung. Hari sudah gelap. Mobil kami kini penuh sekali. Diisi oleh 12 kepala. Banyak sekali. Itupun belum semua. Seharusnya bahkan ada 13 kepala.

Aku tersadar sampai memasuki daerah Bantar Kambing. Setelah itu sepertinya aku tertidur. Kami berhenti untuk makan malam di depan Lebak Wangi. Di sana ada warung pecel ayam. Aku membuka pintu kamarku sekitar jam 9 malam. Amilah ada di kamar sebelah bersama ibunya. Aku mengganti bajuku dan membereskan barangku. Sudah terlalu larut untuk mandi. Aku memutuskan untuk mandi besok pagi saja. Setelah menggelar kasur, aku menyalakan laptop. Dan mulai menulis untuk blog Pesantren Media yang akan aku upload esok hari.

Sekarang aku baru menyadari, tidak ada sapi, domba atau kambing di hari raya ini. Kecuali hanya dalam obrolan, tulisan, dan desainku.

[Fathimah NJL, Kelas 2 SMA, Pesantren Media]

By Fathimah NJL

Santriwati Pesantren Media, angkatan ke-5 jenjang SMA. Sudah terdampar di dunia santri selama hampir 6 tahun. Moto : "Bahagia itu Kita yang Rasa" | Twitter: @FathimahNJL | Facebook: Fathimah Njl | Instagram: fathimahnjl

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *