Loading

Bruukkk…!

Suara sesuatu jatuh dari atas tempat tidur.

“Aduuh…” Rintih seseorang kesakitan.

Ternyata dia adalah Hana. Gadis yang sekarang duduk di kelas 2 SMP ini terjatuh dari tempat tidurnya. Ia baru sadar bahwa ia telah terbangun dari mimpinya.

“Mmm… tadi aku mimpi apa ya?” Tanya Hana sambil mengelus kakinya yang kesakitan akibat terkena meja. Ia mencoba mengingat mimpinya.

Di sebuah istana yang megah dan luas diadakan sebuah pesta. Kemudian datanglah seorang gadis cantik memakai gaun berwarna biru dan kakinya memakai sepatu kaca. Lengkap dengan kereta labu dan pengawalnya. Sesampainya di dalam istana, ia dihampiri oleh seorang pria yang mengajaknya berdansa. Hingga akhirnya, pada tengah malam tepatnya jam 12, gadis cantik itu pergi dan meninggalkan sebelah sepatu kaca miliknya kepada si pria. Dan pria itu pun bertanya-tanya.

“Apaa? Aku mimpiin Cinderella? Nggak mungkin!” Teriak Hana heran. Kini ia telah mengingat mimpinya yang semalam.

“Come on Hana. Wake up! Wake up!” Katanya sambil menepuk-nepuk pipinya. Ia tak percaya dengan mimpinya yang telah membuatnya terjatuh dari tempat tidur.

“Hana?” Tanya seseorang di belakang Hana. Kemudian Hana membalikkan badannya ke arah suara itu datang.

“Oh, Mamah.” Kata Hana sedikit kaget. Ternyata suara itu adalah suara Mamahnya Hana.

Ohya, nama lengkap Hana adalah Hana Hikaru. Memang, nama belakangnya seperti nama orang Jepang. Namun, Hana bukan berasal dari negeri yang oleh banyak orang disebut ‘Sunrise Country’ atau Negeri Matahari Terbit itu. Tak ada satu pun keluarganya, entah itu dari nenek atau buyutnya yang berasal dari sana. Nama itu diberikan oleh ibunya tercinta yaitu Mamah Rina.

“Kenapa nepuk-nepuk pipi, Honey? Are you okay?” Tanya lembut Mamah Rina.

“Oh, don’t worry, Mah. I’m fine.” Jawab Hana gugup. Ia berhenti menepuk-nepuk pipinya. Di dalam hati ia tak ingin mamahnya tahu tentang mimpinya semalam.

“Ohya, Hana. Ini, ada surat buat kamu.” Kata Mamah Rina sambil memberikan sebuah surat kepada Hana.

“Surat dari siapa, Mah?” Tanya Hana penasaran. Di lain sisi, Hana masih merasakan sakit di kakinya.

“Baca aja. Nanti kamu juga tahu.” Jawab Mamah Rina santai. Hana sedikit bingung. Ia merasa aneh dengan surat yang datang kepadanya itu. Hana memang jarang sekali mendapat kiriman surat.

“Jaman modern kayak gini masih surat-suratan ya?” Tanya Hana dalam hati. Ia memperhatikan surat yang ada di tangannya itu.

“Hana, jangan lupa bereskan tempat tidur dan cepatlah mandi. Usai sholat Shubuh kita sarapan. Jam setengah enam ya.” Kata Mamah Rina sambil berjalan ke arah pintu.

“Sarapannya pagi banget, Mah?” Tanya Hana heran. Karena biasanya keluarga Hana sarapan pukul 6 pagi.

“Sudah cepatlah. Ini sudah jam berapa, Hana?” Tanya Mamah Rina. Hana langsung melihat jam yang terpasang di dinding kamarnya.

“Jam 5. Aduuh… setengah jam lagi.” Kata Hana cemas. Buru-buru ia membereskan tempat tidur lalu bersiap mandi.

ooOoo

“Mah, kenapa sarapannya pagi banget?” Tanya Hana yang baru datang di ruang makan. Sementara ibu dan ayahnya sudah ada di sana.

“Eh, sudah sarapan dulu.” Jawab Mamah Rina singkat sambil menyendok nasi untuk Ayah Hana yang sedang duduk sambil membaca koran.

“Kemari, Honey.” Pinta Ayah Hana lembut.

Di keluarganya, Hana biasa dipanggil ‘Honey’ yang dalam Bahasa Inggris artinya ‘Sayang’. Hana dan orang tuanya biasa berbicara dengan bahasa campuran, kadang Bahasa Indonesia, Arab atau Inggris.

“Masya Allah. Warna khimar dan jilbab kamu nggak serasi, Honey.” Kata Mamah Rina setelah melihat Hana yang mengenakan jilbab polos warna merah dan khimar warna kuning pulkadot.

“Memang kanapa, Mah? Hari ini kan Hana nggak keluar rumah. Jadi nggak serasi juga nggak apa-apa.” Jawab Hana santai sambil menuang air putih ke dalam gelas.

“Ayah belum kasih tahu Hana?” Tanya Mamah Rina heran.

“Semalam ayah ketiduran, Mah. Tak sempat.” Jawab Ayah Hana pelan. Mamahnya Hana semakin heran.

“Pantesan Hana biasa aja. Ayah ini gimana?” Keluh Mamah Rina. Ada raut kekecewaan dalam wajahnya.

“Afwan jiddan…” Kata Ayah Hana memohon. Mamah Rina hanya diam.

“Memang ada apa sih, Mah, Yah?” Tanya Hana. Tangannya sibuk membelah bakso goreng yang teksturnya cukup keras. Ayah dan Mamah Hana bertatapan. Hening sesaat.

“Sudah, ikutin aja kata Mamahmu, Han.” Kata Ayah Hana santai. Kemudian keluarga kecil itu melanjutkan sarapan pagi mereka. Meskipun begitu, Hana merasa suasana sarapan pagi ini sedikit menganehkan dan tidak seperti biasanya.

Bersambung…

[Siti Muhaira, santriwati kelas 2 jenjang SMA, Pesantren Media]

By Siti Muhaira

Santriwati Pesantren Media, angkatan kedua jenjang SMA. Blog : http://santrilucu.wordpress.com/ Twitter : @az_muhaira email : iraazzahra28@ymail.com Facebook : Muhaira az-Zahra. Lahir di Bogor pada bulan Muharram.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *