Loading

Karya: Novia Handayani (Santri Pesantren Media)

Episode: Foto Terakhir di Antara 4 Bintang

Bingkai foto terakhir terpasang manis di ruang tamu rumah Fatimah. Yang di dalam foto tersebut, tampak Mamah, Akbar, Fatimah dan sang ayah sedang tersenyum penuh keceriaan. Foto tersebut diambil saat Akbar masih berusia 4 tahun.

Dan tidak terasa, sudah lumayan lama juga Fatimah memandang foto tersebut. Karena ia ingin terus memandang foto tersebut setiap hari, ia langsung mengambil bingkai foto tersebut dan memasang bingkai foto tersebut di kamarnya. Saat sudah dipasang, ia langsung tiduran di kamarnya sambil memandang foto tersebut.

Tanpa sadar, akhirnya Fatimah tertidur lelap di kamarnya tanpa menunggu sang ayah pulang.

***

Adzan shubuh mulai berkumandang di sekitar rumah Fatimah. Dengan mata yang masih mengantuk dan badan yang masih lemas. Ia langkahkan kakinya ke kamar mandi, untuk mandi sekaligus wudhu. Saat Fatimah selesai mandi dan wudhu, ia langsung shalat subuh di kamarnya.

Selama Fatimah shalat subuh, ia merasakan hatinya menjadi lebih tenang dari biasanya. Selesai shalat subuh, ia langsung membaca Al-Qur’an yang ada di tempat belajarnya. Tapi sayang, ia tidak bisa melanjutkan baca Al-Qur’annya karena ada seseorang yang mengetuk-ngetuk pintu rumahnya.

Dengan cepat, Fatimah langsung menuju pintu depan rumahnya dan membuka pintu rumahnya. Tampak di depan rumahnya itu, sang ayah terkulai lemas dengan mulut yang berbau alkohol. Melihat ayahnya seperti itu, Fatimah langsung membawa sang ayah ke kamarnya dan sang ayah langsung tertidur lelap di kamarnya. Sedangkan Fatimah memutuskan untuk merenungi sang ayah di tempat favorit mamahnya, yakni kursi goyang milik mamahnya, biasanya mamah duduk dikursi itu disaat mamah ingin melihat matahari terbit. Sambil menangis, ia tatap langit yang berkerlip bintang di balik jendela rumahnya.

Tidak hanya meratapi nasib sang ayah, sesekali Fatimah teringat akan kenangan masa lalu Fatimah bersama sang mamah. Saat pertama kali ayah memutuskan untuk menjadi TKI di Arab Saudi. Fatimah selalu menangis meratapi kepergian sang ayah ke negeri tetangga tersebut. Tapi untungnya, sang mamah langsung menghibur Fatimah di kursi goyang yang sekarang sedang ia tempati. Sambil dipangku, mamah memeluk Fatimah erat sambil sesekali mencium pipi Fatimah. Tidak hanya itu saja, sesekali sang mamah mengatakan sesuatu yang masih terngiang betul di telinga Fatimah.

“Fatimah. . udah dong jangan nangis lagi. Nanti kalau misalkan Fatimah nangis terus, mamah jadi ikut sedih. Emangnya Fatimah nggak kasihan sama Mamah. . Fatimah tahu gak, di atas langit sana, ada 4 Bintang yang bersinar cerah. . dan 4 bintang itu adalah kamu, Akbar, Mamah dan Ayah. . Nah. . kalau misalkan kamu rindu dengan Akbar, Mamah dan Ayah. Mereka juga akan rindu dengan Fatimah. Kadang kalau misalkan mamah rindu kalian. Mamah selalu menyampaikan rasa rindu mamah itu melalui bintang-bintang tersebut. .emang sih,  sekarang Fatimah belum bisa melihat 4 bintang itu, tapi nanti mamah yakin, Fatimah bisa melihat bintang terang tersebut. . percaya deh sama mamah “ ucap mamah kepda Fatimah.

Saat ia tengah mengingat kenangan masa lalunya dengan sang mamah. Bintang-bintang tersebut mulai hilang dari penglihatan Fatimah dan berganti menjadi terbitnya matahari yang tengah bersinar cerah. Dan ayam berkokok dan burung bernyanyipun, menambah indah suasana pagi tersebut.

Tapi tidak terlalu lama ia merasakan suasana pagi tersebut, karena ia ingin melihat kondisi ayahnya di kamar. Saat sudah sampai kamar, tampak sang ayah masih tertidur pulas di kamarnya. Mau tidak mau, ia memutuskan untuk membangunkan sang ayah.

“Ayah. . bangun yah. . hari sudah pagi. . “ ucap Fatimah sambil menepuk-nepuk pundak sang ayah. Saat setelah hampir 3 kali Fatimah meminta ayahnya bangun, akhirnya ayahnya bangun dengan mata yang masih memerah. Setelah ayahnya sudah bangun, sang ayah seperti orang yang sedang dilanda kebingungan. Karena Fatimah takut terjadi apa-apa, Fatimah langsung mengusap wajah sang ayah dengan air sambil membaca doa bangun dari tidur. Selesai mengusap wajah sang ayah. Sang ayah langsung menatap wajah sang anak dengan tatapan heran dan bingung.

“Fatimah. . kok ayah bisa ada disini. .?” tanya sang ayah heran.

“Tadi saat aku sedang membaca Al-Qur’an di kamar, ayah mengetuk-ngetuk pintu rumah. Saat aku buka, ayah sedang dalam keadaan mabuk. Karena aku takut ayah kenapa-napa, aku langsung membawa ayah ke kamarku. Agar ayah bisa istirahat, karena aku tahu, orang mabuk itu tidak mungkin bisa shlat.

“Ayah. . kenapa ayah melakukan hal itu yah. . kenapa. . ?” tanya balik Fatimah dengan nada kecewa.

“Maafkan ayah Fatimah. Semalam saat ayah sedang main di rumah teman ayah, ayah diberikan minuman oleh teman ayah itu. Ayah kira, minuman itu semacam sirup.Tapi ternyata, teman ayah memberikan ayah semacam bir yang memabukkan. Maafkan ayah. . ayah berjanji tidak akan mengulanginya lagi. . dan ayah berjanji tidak akan meninggalkan kamu sendiri lagi disini “ ucap ayah Fatimah sambil memeluk Fatimah erat.

Mendengar apa yang sang ayah katakan, Fatimah langsung memaafkan sang ayah. Setelah itu ia langsung membalas pelukan sang ayah lebih erat.

“Iya ayah. . Fatimah sudah memaafkan ayah. Maafkan Fatimah juga karena Fatimah sudah memarahi ayah. Ayah. . aku tahu, ayah pasti sedih bangetkan kehilangan mamah, tapi di sisi lain ayah harus tahu. Tidak hanya ayah saja yang merasa kehilangan mamah, akupun merasakan hal yang sama seperti apa yang ayah rasakan. . Maka dari itu aku mohon teruslah bersamaku dan jangan pernah meninggalkanku lagi. Karena di dunia ini, hanya ayahlah satu-satunya orang yang aku punya setelah mamah dan Akbar meninggal. Teruslah bersamaku yah. . “ ucap Fatimah sambil menangis.

***

Tidak terasa, sudah lumayan lama Fatimah dan ayah larut dalam suasana kesedihan. Namun rasa tenang mulai menyelimuti hati Fatimah dan sang ayah, karena masing-masing dari mereka sudah mengeluarkan apa yang ada di dalam hati mereka.

Selesai larut dalam suasana kesedihan tersebut, sang ayah langsung merapihkan baju yang ia bawa ke lemari kamar mamahnya. Selesai merapihkan bajunya, sang ayah langsung bergegas ke kamar mandi untuk mandi. Sambil menunggu sang ayah selesai mandi, Fatimah memutuskan untuk membuat nasi goreng yang biasa sang mamah buat untuk Fatimah. Karena kebetulan, mamah pernah mengajari Fatimah membuat nasi goreng yang biasa mamah buat.

Dengan hati-hati, ia nyalakkan kompornya,lalu ia tuang minyak goreng. Saat minyak gorennya sudah panas ia langsung memasukkan bumbu yang sudah ia buat. Dan langsung memasukkan nasinya ke bumbu yang tadi sudah di masukkan terlebih dahulu. Setelah itu, ia langsung memberikan kecap secukupnya dan mengaduknya dengan rata.

Saat nasi gorengnya sudah jadi. Ia mempunyai sebuah ide, yakni menghias nasi goreng sang ayah dengan gambar wajah yang sedang tersenyum. Dan gambar wajah tersebut terdiri dari potongan timun bulat, tomat kecil dan cabe merah keriting yang bentuknya seperti bibir yang sedang tersenyum. Ketika sudah jadi, ia langsung menata nasi gorengnya itu di meja makan. Sambil menunggu sang ayah, ia putuskan untuk tetap duduk di meja makan tersebut.

setelah tidak berapa lama ia menunggu, sang ayah langsung mencubit pipi Fatimah dari belakang dan langsung duduk di samping Fatimah. Tampak senyum senang dan bangga terpancar dari bibir sang ayah. Ia tidak pernah menyangka, ternyata Fatimah sudah bisa masak nasi goreng yang biasa mamah buat. Dengan perasaan rindu akan rasa nasi goreng tersebut, ayah langsung melahap habis nasi goreng tersebut,begitupun Fatimah.

Selesai makan, sang ayah langsung menatapk Fatimah sambil tersenyum.

“Fatimah nasi goreng buatan Fatimah enak. Persis seperti nasi goreng buatan mamah. “ ucap ayah Fatimah kagum, sedangkan Fatimah hanya tersenyum senang ,mengetahui sang ayah suka dengan nasi goreng buatannya.

 ooOoo

Episode: Ayah. . . Buatlah aku terbang. ..

Matahari mulai terasa panas, udara sejuk di pagi hari sudah berganti menjadi udara yang kotor, yakni udara yang penuh dengan asap-asap kendaraan yang asik  berlalu-lalang di sekitar rumah kami. Dengan langkah gontai bak orang mabuk, Fatimah langkahkan kakinya menuju belakang rumahnya.

Saat sudah sampai, ia langsung duduk di teras belakang rumahnya, sambil mengingat-ingat kenangan indah bersama mamahnya.

Tanpa terasa, air mata Fatimah kembali jatuh, ia tidak pernah menyangka, secepat itu mamah meninggalkan dirinya. Disaat Fatimah sedang mengingat kenangan masa lalu bersama mamahnya. Ayah menutup mata Fatimah dengan kedua tangannya.

“Ayah. . kenapa ayah menutup mataku. . ?” tanya  Fatimah heran, sambil berusaha melepaskan kedua tangan sang ayah tersebut. Tapi sayang, Fatimah tidak berhasil.

“Fatimah. . ayah mau memberikan Fatimah sesuatu, ayah yakin, pasti Fatimah suka. . Maka dari itu, biar surprise nih, ayah tutup kedua mata Fatimah. . “ ucap ayah sambil terus menutup kedua mata Fatimah, sambil membantu Fatimah berjalan.

Saat beberapa langkah Fatimah berjalan, sang ayah langsung melepaskan kedua tangannya sambil tersenyum.

“Ayah. . ini untuk aku. . ?” tanya Fatimah tidak percaya.

“Iya nak. . ayah membuatkan ayunan ini untuk kamu. . kamu tahu tidak, kenapa ayah memberikan ayunan ini untuk Fatimah. . ?” tanya balik ayah sambil tersenyum.

“Tidak tahu yah. . memangnya untuk apa. . ?” tanya balik Fatimah heran.

“Ayah ingin membawa Fatimah terbang seperti burung yang ada di langit sana. . “ ucap ayah sambil menunjuk burung yang sedang asik terbang di atas langit.

Mendengar ayah berbicara seperti itu, Fatimah langsung memeluk sang ayah erat. Setelah itu, sang ayah langsung berlari menuju ayunan tersebut diikuti oleh Fatimah.

Saat sudah sampai di dekat ayunannya, sang ayah langsung duduk di ayunan tersebut sambil memangku Fatimah dan sang ayah langsung menggerakan ayunannya dengan cepat. Sampai akhirnya, sang ayah dan Fatimah merasa sedang terbang, bak burung-burung yang ada di langit sana.

Saat sang ayah dan Fatimah sudah selesai memainkan ayunannya. Sang ayah langsung turun dari ayunan tersebut, sedangkan Fatimah masih asik duduk di ayunan tersebut. Karena Fatimah ingin merasakannya lagi, Fatimah langsung meminta sang ayah untuk mendorong ayunan itu dari dari belakang.

“Ayah. . Buat aku terbang. . dorongkan ayunan ini dari belakang yah.  . ?” pinta Fatimah sambil tersenyum.

“Oke bos siap. . 1. . 2. . 3 “ ucap sang ayah sambil mendorongkan ayunan tersebut. Dan akhirnya, Fatimah kembali terbang sambil berteriak senang.

“Hati-hati nak. . pegang erat talinya agar kamu tidak jatuh. .” pinta ayah dengan nada khawatir.

“ Iya ayah. . “ teriak Fatimah sambil mengayunkan kakinya, sedangkan sang ayah sibuk mendorong Fatimah dari belakang ayunan tersebut.

“Yuhuuuu. . Aku terbang. . aku terbang. . “ ucap Fatimah senang.

Melihat sang anak seperti itu, ayah langsung tersenyum senang dan juga berharap,  dengan adanya ayunan tersebut, bisa mengurangi rasa kesedihan juga kehilangan yang sedang Fatimah alami sekarang. [SELESAI]

Catatan: Tulisan ini adalah tugas menulis fiksi di Kelas Menulis Kreatif Pesantren Media

By Administrator

Pesantren MEDIA [Menyongsong Masa Depan Peradaban Islam Terdepan Melalui Media] Kp Tajur RT 05/04, Desa Pamegarsari, Kec. Parung, Kab. Bogor 16330 | Email: info@pesantrenmedia.com | Twitter @PesantrenMEDIA | IG @PesantrenMedia | Channel Youtube https://youtube.com/user/pesantrenmedia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *