Loading

Satu persoalan yang sampai sekarang masih menjadi pekerjaan berat dalam dunia pendidikan adalah perkara adab. Banyak peserta didik, pelajar, termasuk santri yang masih perlu terus dikawal dalam memperbaiki adabnya. Kita semua sepakat, memang semestinya demikian.

Idealnya, membentuk adab prosesnya sejak kecil di dalam keluarga. Sebab, adab lebih menekankan pada pembiasaan dan melatih kebiasaan. Dari beberapa literatur yang saya baca, pembahasan ini masuk dalam pengertian ta’dib.

Berasal dari kata adaba-ya’dubu yang berarti melatih dan mendisiplinkan diri untuk berperilaku yang baik dan sopan. Bisa pula berasal dari kata adaba-ya’dibu, yang berarti mengadakan pesta atau jamuan, atau berbuat dan berperilaku sopan. Ada pula pengertian dalam bentuk kata kerja dari ta’dib, yakni addaba yang berarti mendidik, melatih, memperbaiki, mendisiplinkan, dan memberi tindakan.

Di Pesantren Media, kami berusaha untuk menumbuhkan kesadaran para santri tentang pentingnya memiliki adab yang baik. Proses ini tentu saja membutuhkan waktu lama dan pengawasan. Pembelajaran teori seputar adab kami lakukan. Materi seputar adab dan tazkiyatun nafs selalu hadir setiap pekan. Praktek di lapangan dengan memperhatikan perilaku para santri juga bagian dari pemantauan. Di Pesantren Media jumlah santri tak terlalu banyak, sehingga insya Allah pengawasan bisa lebih optimal. Para guru yang mukim di pondok dan wali asrama bisa bekerjasama dalam mendidik, membimbing, dan mengarahkan para santri agar lebih baik adabnya. Semoga ikhtiar ini membuahkan hasil.

Pekerjaan akan semakin berat setiap kali penerimaan santri baru. Mengapa? Karena akan menerima santri baru dengan berbagai latar belakang keluarga dan pendidikan sebelumnya. Meski dari sisi keilmuan yang didukung minat tinggi tak ada masalah, tetapi ketika berbicara adab perlu observasi lagi. Santri akan diperhatikan orang per orang. Dilihat dan dievaluasi perilakunya, sambil dididik pembiasaan dalam adab.

Bahwa pada prosesnya memang tak selalu berjalan mulus, kami masih memaklumi. Tak mudah memang. Namun, kami akan tetap melakukannya sebagai bentuk tanggung jawab. Memaksimalkan dalam ikhtiar, sambil berdoa berharap hasil terbaik. Biasanya yang kami lakukan adalah mengevaluasi dan mencari solusi atas masalah yang muncul. Walau pada akhirnya tak mungkin 100 persen adabnya bagus, namun setidaknya jangan sampai “lost adab”.

Selain pembiasaan kebaikan dalam berperilaku, tentu kami melakukan pula ta’lim dan tarbiyah untuk mendukung proses pembentukan adab agar lebih bagus lagi. Kisah-kisah para ulama juga biasa kami sampaikan dalam setiap kesempatan seperti briefing pekanan, pembahasan adab, pembahasan tazkiyatun nafs, maupun dalam materi tsaqafah Islam seperti akidah, sirah, dan fiqih.

Para ulama terdahulu, di kalangan tabi’in, banyak yang bisa kita ambil pelajaran dalam hal adab. Al Imam Muhammad bin Sirin –rahimahullah berkata:“Para ulama terdahulu, mereka belajar adab sebagaimana mereka belajar ilmu.”

Hal ini selaras dengan penjelasan Al Imam Ibnu Mubarak –rahimahullah-: ”Dahulu mereka (sahabat dan tabi’in) mempelajari adab sebelum ilmu.” (Ghayatun Nihayah; 1/446)

Begitu pula yang dinasehatkan Al Imam Malik –rahimahullah– saat beliau berkata: ”Wahai anak saudaraku, pelajarilah adab sebelum kalian mempelajari ilmu.” (Hilyatul aulia’ 6/330).

Semoga ikhtiar ini memberikan konstribusi yang berarti untuk para santri di Pesantren Media. Sebab, ilmu dan keterampilan insya Allah mudah diraih dengan cepat. Namun, perkara adab lebih membutuhkan waktu lama agar melekat pada jiwa santri.

Menutup tulisan sederhana ini, ada baiknya kita membaca sedikit kisah menarik seputar adab dan ilmu. Seorang ibu. Suatu hari dia berkata pada anaknya, “Nak, tuntutlah ilmu. Aku yang mencukupimu dengan tenunanku. Nak, jika kamu telah menulis sepuluh hadits, maka lihatlah jiwamu: apakah ia bertambah takut, lembut dan wibawa. Jika kamu tidak melihat itu ketahuilah bahwa ia membahayakanmu dan tidak manfaat bagimu.” 

Dan, lahirlah seorang pakar ilmu besar bidang hadits dan faqihnya Arab. Beliau adalah Sufyan ats-Tsauri rahimahullah. Ibu beliau berjuang membiayai pendidikannya dan membimbing dengan nasihat mahalnya. Luar biasa!

Semoga para santri dan juga para orang tua mereka yang menitipkan kepada kami, bisa bekerjasama untuk mewujudkan generasi terbaik di akhir zaman ini: bagus adabnya, tinggi ilmunya. Insya Allah.

Salam,

O. Solihin

Mudir Pesantren Media

By osolihin

O. Solihin adalah Guru Mapel Menulis Dasar, Pengenalan Blog dan Website, Penulisan Skenario, serta Problem Anak Muda di Pesantren Media | Menulis beberapa buku remaja | Narasumber Program Voice of Islam | Blog pribadi: www.osolihin.net | Twitter: @osolihin | Instagram: @osolihin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *